
Mobil Mewah Keenakan Dapat Subsidi, Harga Pertamax Layak Naik

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga keekonomian bensin RON 92 diperkirakan mencapai Rp 16.000/liter pada bulan April. Sedangkan PT Pertamina (Persero) masih menjual RON 92 atau Pertamax di harga Rp 9.000/liter. Apakah sudah saatnya Pertamina menyesuaikan harga jual Pertamax?
Harga minyak mentah dunia telah naik dua kali lipat sejak Pertamax ditetapkan Rp 9.000/liter pada dua tahun lalu. Saat ini harga minyak mentah dunia stabil di atas US$ 100/barel. Bahkan sempat menyentuh US$ 130/barel. Adapun Indonesia Crude Price (ICP) pada Maret per tanggal 24 tercatat di level US$ 114,55/barel.
Sebagai perbandingan, harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) RON 92 di SPBU saat ini bervariasi tergantung para badan usaha, rata-rata di kisaran Rp 12.000-13.000/liter untuk non-Pertamina. Shell Indonesia. misalnya, per 1 Maret 2022 harga bensin Shell Super (RON 92) dibanderol Rp 12.990/liter. BP-AKR menjual bensin BP 92 (RON 92) di Rp 12.500/liter.
Jika harga Pertamax masih belum naik, ada dampak besar yang akan dirasakan oleh Pertamina. Mengingat beban yang makin besar. Dengan harga keekonomian saat ini saja Pertamina sudah 'nombok' Rp 5.526 per liter dan akan makin lebar menjadi Rp 7.000 per liter.
Menurut hitungan Tim Riset CNBC Indonesia, Pertamina bisa mencapai kerugian hingga Rp 20-21 triliun dengan harga keekonomian Rp 14.526/liter. Jika harga Pertamax ikut melambung hingga Rp 16.000/liter, rugi makin dalam dan mencapai Rp 25-26,5 triliun.
Selain itu, Pertamina juga harus menanggung beban dari tingginya harga minyak. Sebab Pertamina harus membeli minyak mentah setiap hari, namun pemerintah baru bisa menalangi melalui anggaran kompensasi setelah ada audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). ini membuat arus kas (cashflow) Pertamina terbeban.
Sejak empat tahun lalu, akumulasi piutang Pertamina kepada pemerintah ditaksir mencapai Rp 100 triliun lebih. Jika masalah tersebut tidak teratasi ada potensi terkena shortage of cash yang bisa berimbas pada pengadaan pasokan BBM. Belum lagi beban pembiayaan yang mungkin membengkak karena untuk pengadaan dan pendistribusian BBM Pertamina berasal dari pinjaman.
Jadi sudah selayaknya Pertamina menaikkan harga Pertamax. Dampak ke inflasi atau ke masyarakat luas tidak signifikan.
Mengingat kontribusi Pertamax terhadap konsumsi BBM nasional sebesar rata-rata 13%. Jauh dibandingkan Pertalite yang menyumbang 79% konsumsi BBM nasional. Pertamax juga tidak digunakan oleh transportasi atau kendaraan logistik yang bisa menimbulkan gejolak inflasi.
Pasar Pertamax pun pada umumnya merupakan kendaraan pribadi bahkan mewah. Sehingga bukan merupakan tantangan besar bagi Pertamina untuk menaikkan harga jual Pertamax.
Jika harga jual Pertamax tetap dipertahankan di Rp 9.000 per liter saat harga keekonomiannya mencapai Rp 16.000, Pertamina merugi dan sama saja memberi subsidi bagi kendaraan mewah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ras/ras)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Menjelang 'Lenyapnya' Premium, Konsumsi Pertamax Melonjak 17%