Ini Solusi Jitu Tangkal Subsidi BBM-LPG Jebol Ala Pertamina

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
Senin, 28/03/2022 19:40 WIB
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengusulkan agar skema pemberian subsidi Solar dan LPG 3 kilo gram (kg) dapat diubah menjadi pemberian subsidi langsung ke penerima atau orang yang berhak menerima subsidi, bukan lagi pada komoditasnya.

Hal ini dilakukan supaya penyaluran subsidi BBM dan LPG dapat tepat sasaran.

Nicke menyebut, saat ini 93% masyarakat Indonesia mengonsumsi LPG 3 kg bersubsidi, dan sisanya yakni sekitar 7% menggunakan LPG non subsidi. Sementara untuk Bahan Bakar Minyak (BBM), saat ini 83% dari volume BBM yang dijual Pertamina adalah BBM yang disubsidi negara, dan 17% BBM non subsidi.


Menurutnya, dengan skema subsidi berbasis pada komoditas seperti saat ini, maka bila ada kenaikan harga pada komoditas non subsidi, maka ada selisih harga yang jauh dengan harga produk subsidi. Di satu sisi, kenaikan harga non subsidi akan memberatkan masyarakat, tapi di sisi lain akan menyebabkan anggaran pemerintah juga jebol karena masyarakat bisa beralih ke produk subsidi.

Bila harga non subsidi ditahan, maka ini akan memberatkan perseroan.

Oleh karena itu, menurutnya solusi permanen untuk masalah subsidi energi ini yaitu dengan menerapkan subsidi langsung ke penerima yang berhak. Bila ada kenaikan harga karena harga produk dilepas ke harga pasar, maka masyarakat yang perlu diberikan subsidi tetap mendapatkan subsidi langsung dari pemerintah.

"Apakah harga dinaikkan, disubsidi, ini beban gak akan hilang, bisa ke pemerintah, Pertamina, dan masyarakat, oleh karena itu ini harus di-balance. Kalau tidak ada kenaikan harga BBM subsidi dan LPG subsidi, maka harus di-cover dari kenaikan harga di non subsidi, tapi ada kemungkinan subsidi gak tepat sasaran," tuturnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Senin (28/03/2022).

"Barangkali solusi permanen adalah subsidi langsung ke orang, bukan ke barang, sehingga tepat sasaran, langsung ke orang bukan ke barang. Karena begitu ada subsidi ke barang menghasilkan gap yang tinggi, maka di sini terjadinya permasalahan," ujarnya.

Dia mencontohkan, seperti yang terjadi saat ini di mana harga BBM subsidi, seperti Solar subsidi telah mencapai sepertiga dari harga pasar. Artinya, selisih dengan harga BBM non subsidi begitu jauh, sehingga berpotensi adanya peralihan pengguna BBM non subsidi ke BBM subsidi.

"Kami tahu tantangannya besar. Biar gak nambah beban masyarakat, maka solusinya itu, subsidi langsung ke orang," pungkasnya.

Sebelumnya, Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno mengatakan kondisi penyaluran Solar subsidi yang telah melebihi kuota ini perlu segera dicari solusinya. Pasalnya, hal ini bukan kali pertama saja terjadi.

Menurut Agus, solusi pertama yang dapat dilakukan pemerintah yakni pendataan ulang bagi siapa saja kelompok masyarakat yang benar-benar membutuhkan subsidi dalam bentuk Solar. Kedua, pemerintah dapat menyalurkan Solar subsidi secara tertutup.

"Ini yang juga perlu dilakukan, jadi benar-benar subsidi dilakukan dalam bentuk tertutup. Artinya gak semua orang bisa akses," kata dia kepada CNBC Indonesia, Jumat (25/3).

Penyaluran subsidi tertutup ini juga bisa diimplementasikan dalam bentuk barang maupun orang. Adapun jika subsidi berbasis pada barang, maka seseorang yang benar benar telah terdaftar di sistem dapat mendapatkan harga khusus.

Sementara jika subsidi berbasis langsung pada orang, artinya pemerintah harus memberikan bantuan dalam bentuk Bantuan langsung tunai (BLT). Adapun bantuan tersebut dapat digunakan guna keperluan membeli Solar bersubsidi.

"Cuma kalau orangnya disubsidi riskan terjadinya penyalahgunaan ke hal yang lain. bisa digunakan untuk kebutuhan yang itu justru sekunder bahkan tersier. Nah ini memang agak kompleks," kata dia.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pertamina Masih Akan Tingkatkan Pasokan BBM 5 Tahun Ke Depan