Bos Freeport Beberkan Sejumlah Tantangan Bangun Energi Hijau

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
23 March 2022 13:15
FILE PHOTO: Trucks are parked at the open-pit mine of PT Freeport's Grasberg copper and gold mine complex near Timika, in the eastern region of Papua, Indonesia on September 19, 2015 in this file photo taken by Antara Foto.   REUTERS/Muhammad Adimaja/Antara FotoATTENTION EDITORS - THIS IMAGE HAS BEEN SUPPLIED BY A THIRD PARTY. IT IS DISTRIBUTED, EXACTLY AS RECEIVED BY REUTERS, AS A SERVICE TO CLIENTS. FOR EDITORIAL USE ONLY. NOT FOR SALE FOR MARKETING OR ADVERTISING CAMPAIGNS MANDATORY CREDIT. INDONESIA OUT. NO COMMERCIAL OR EDITORIAL SALES IN INDONESIA./File Photo
Foto: Truk diparkir di tambang terbuka kompleks tambang tembaga dan emas Grasberg PT Freeport dekat Timika, di wilayah timur Papua, Indonesia (19/9/2015). (REUTERS/Muhammad Adimaja/Antara Foto)

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Freeport Indonesia (PTFI) selaku perusahaan pertambangan emas dan tembaga ini terus melakukan kajian untuk memanfaatkan energi hijau atau Energi Baru dan Terbarukan (EBT) di wilayah operasinya. Namun memang, untuk mengejar pemanfaatan energi hijau itu, terdapat banyak tantangan.

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Tony Wenas mengungkapkan dari beberapa tahun lalu pihaknya sudah mulai melakukan beberapa pemikiran untuk pengembangan energi hijau. Adapun untuk saat ini, PTFI sendiri memiliki PLTU berbahan bakar batu bara dengan kapasitas 195 megawatt (MW) dan beberapa PLTD dengan kapasitas sekitar 150 MW.

"Kami sudah berpikir ada beberapa alternatif, yaitu adalah penggunaan tenaga surya, namun sayang keberadaan sinar matahari di wilayah kerja kami itu per hari rata-ratanya sekitar 2-3 jam saja. Banyak mataharinya tapi awannya lebih banyak lagi," kata dia dalam Economic Outlook 2022, CNBC Indonesia, Selasa (22/3/2022).

Selain PLTS, PTFI juga pernah mencoba melakukan kajian terhadap pembangkit listrik tenaga angin atau bayu (PLTB). Namun, demikian kondisi iklimnya kurang mendukung. Sehingga penyediaan baterai nya lebih besar dan menjadi tidak efisien.

Di samping itu, perusahaan juga berencana untuk membangun PLTA, namun lagi lagi prosesnya membutuhkan waktu hingga tujuh tahun lamanya. Hal ini pun membuat proyek menjadi tidak ekonomis, mengingat waktu izin operasional Freeport hanya sampai 2041.

"Ada sumber air yang bagus yang tidak jauh sekitar 100 Km. Tapi proses pembangunannya akan memakan waktu yang cukup lama, 5-7 tahun. Sehingga kalau kami lakukan itu kami hanya akan punya waktu untuk memanfaatkannya selama 12 tahun sehingga dari segi keekonomian tidak," katanya.

Adapun PTFI akhirnya memutuskan untuk memanfaatkan pembangkit listrik tenaga mesin gas (PLTMG) dengan dual fuel. Setidaknya PLTMG yang dimiliki perusahaan mempunyai kapasitas sebesar 128 MW.

"Minyak dan gas karena itu lebih bersih dan rencana ke depan kami menggantikan PLTU yang ada dengan green energy, lebih green dari batu bara dan itu kami hasilkan listrik dan akhirnya banyak alat-alat tambang di tambang bawah tanah kami tidak lagi menggunakan diesel atau bahan bakar minyak, tapi menggunakan listrik, contoh kereta api bawah tanah kita," kata Tony.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Wow! 50 Tahun Beroperasi, Produksi Emas Freeport Capai 1.900 Ton

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular