Ukraina-Rusia Bikin Ekonomi Kacau, Maju Mundur Serba Salah!

MAIKEL JEFRIANDO, CNBC Indonesia
21 March 2022 17:50
Pengunjuk rasa anti perang di studio mengganggu siaran langsung TV pemerintah Rusia. (Photo by STR/NurPhoto)NO USE FRANCE
Foto: Pengunjuk rasa anti perang di studio mengganggu siaran langsung TV pemerintah Rusia. (Photo by STR/NurPhoto)NO USE FRANCE

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia dan banyak negara di dunia dipaksa kembali mengkalibrasi kebijakan untuk keluar dari pandemi covid-19 alias exit strategy di tengah ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina beserta teman-temannya.

"Dampak dari geopolitik Rusia-Ukraina ini juga berpengaruh bagaimana banyak negara harus mengkalibrasi ulang kebijakan-kebijakan dalam merespon penurunan pertumbuhan ekonomi global, naiknya harga-harga inflasi dan persepsi risiko dalam pasar keuangan global termasuk Indonesia," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.

Hal ini disampaikannya dalam Kuliah Umum bertajuk Mendorong Akselerasi Pemulihan Ekonomi dan Menjaga Stabilitas di Tengah Normalisasi Kebijakan Negara Maju dan Ketegangan Geopolitik yang disiarkan melalui akun Youtube BI, Senin (21/3/2022)

Dody Budi Waluyo, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), menjelaskan ketegangan geopolitik memang menambah daftar ketidakpastian global. Dari yang sebelumnya fokus hanya ditujukan pada kebijakan moneter Amerika Serikat (AS), berupa kenaikan suku bunga acuan akibat lonjakan inflasi.

Beberapa pekan berlalu, perang belum ada tanda-tanda akan usai. Apabila perang berlangsung lama, tentu akan memperburuk luka yang dalam atau scarring effect akibat pandemi covid-19.

"Saat ini kalau bicara masuk ke scarring effect mungkin luka agak dalam dan berkelanjutan akibat geopolitik, tergantung asumsi kita mau berapa lama perang ini, kalau perang ini di atas 1 tahun mungkin scarring effect ini panjang," jelas Dody dalam kesempatan yang sama.

Regulator harus mencari waktu yang tepat untuk melakukan normalisasi. Seperti mengurangi stimulus fiskal hingga menaikkan suku bunga acuan. Sebab, kata Dody dampak negatifnya mungkin terjadi dan kembali menyasar dunia usaha kelas besar maupun UMKM.

"Oleh karena itu harus cari timing yang pas kapan normalisasi kebijakan dilakukan terlampau cepat salah, terlampau lama maka memberikan dampak ketidakstabilan, ini salah satu isu secara global. Bukan hanya Indonesia," paparnya.

Yoga Affandi, Kepala Institut Bank Indonesia (BI) menambahkan, normalisasi kebijakan akan membuat ekonomi suatu negara bisa melambat. Apalagi di sisi lain ada tekanan dari situasi global yang tidak kondusif.

Sementara apabila tidak dilakukan normalisasi atau kebijakan pemberian stimulus diperpanjang terus menerus, maka juga akan mengganggu kestabilan perekonomian secara sistemik. Seperti inflasi melonjak sementara ekonomi hanya tumbuh tipis. Maka dari itu regulator berada dalam posisi serba salah.

"Jadi kehati-hatian atau tarik-tarikan antara too early to withdraw dengan too late respond," kata Yoga.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Presidensi G20 Mulai, Pejabat Penting Dunia 'Kumpul' di Bali

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular