Internasional

Tok! AS Anggap Kekerasan terhadap Rohingya sebagai Genosida

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
Senin, 21/03/2022 08:25 WIB
Foto: Pengungsi Rohingya di pantai Lhokseumawe, Aceh (AP Photo/Zik Maulana)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden secara resmi menetapkan kekerasan yang dilakukan terhadap minoritas Rohingya oleh junta militer Myanmar merupakan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Menurut sumber pejabat AS, Menteri Luar Negeri Antony Blinken akan mengumumkan keputusan tersebut di Museum Peringatan Holocaust AS di Washington, Senin (21/3/2022), di mana lokasi tersebut tengah menampilkan pameran tentang penderitaan Rohingya.

Pengumuman ini terjadi hampir 14 bulan setelah Biden menjabat dan berjanji untuk melakukan tinjauan baru atas kekerasan tersebut.


"Ini benar-benar memberi sinyal kepada dunia dan terutama kepada para korban dan penyintas dalam komunitas Rohingya dan secara lebih luas bahwa Amerika Serikat mengakui gawatnya apa yang terjadi," kata seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri tentang pengumuman Blinken, dikutip dari Reuters.

Sebelumnya, pejabat AS dan firma hukum luar mengumpulkan bukti untuk mengakui dengan cepat keseriusan kekejaman, tetapi Menteri Luar Negeri Mike Pompeo menolak untuk membuat keputusan.

"Blinken memerintahkan analisis hukum dan faktualnya sendiri," kata para pejabat AS kepada Reuters dengan syarat anonim.

Analisis menyimpulkan tentara Myanmar melakukan genosida dan Washington percaya tekad formal akan meningkatkan tekanan internasional untuk meminta pertanggungjawaban junta.

"Ini akan mempersulit mereka untuk melakukan pelanggaran lebih lanjut," kata seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri lainnya.

Hingga ini diturunkan, pejabat di kedutaan Myanmar di Washington dan juru bicara junta tidak segera buka suara menanggapi hal ini.

Namun sebelumnya, militer Myanmar telah membantah melakukan genosida terhadap Rohingya, yang ditolak kewarganegaraannya di Myanmar, dan mereka mengatakan sedang melakukan operasi melawan teroris.

Angkatan bersenjata Myanmar melancarkan operasi militer pada 2017 yang memaksa setidaknya 730.000 dari sebagian besar Muslim Rohingya pergi dari rumah mereka ke negara tetangga Bangladesh, di mana mereka menceritakan pembunuhan, pemerkosaan massal, dan pembakaran. Pada 2021, militer Myanmar merebut kekuasaan melalui kudeta.

Sebuah misi pencari fakta PBB menyimpulkan pada 2018 bahwa kampanye militer termasuk tindakan genosida, tetapi Washington pada saat itu menyebut kekejaman itu sebagai pembersihan etnis, sebuah istilah yang tidak memiliki definisi hukum di bawah hukum pidana internasional.

Sejak Perang Dingin, Departemen Luar Negeri AS telah secara resmi menggunakan istilah itu enam kali untuk menggambarkan pembantaian di Bosnia, Rwanda, Irak dan Darfur, serangan ISIS terhadap Yazidi dan minoritas lainnya, dan yang terbaru tahun lalu, atas perlakuan China terhadap Muslim Uighur, dan lainnya.

Blinken juga akan mengumumkan US$ 1 juta dana tambahan untuk Mekanisme Investigasi Independen untuk Myanmar (IIMM), sebuah badan PBB yang berbasis di Jenewa yang mengumpulkan bukti untuk kemungkinan penuntutan di masa depan.

Para jenderal Myanmar yang dipimpin oleh Panglima Tertinggi Min Aung Hlaing merebut kekuasaan lewat kudeta pada 1 Februari 2021.

Angkatan bersenjata menumpas pemberontakan melawan kudeta mereka menewaskan lebih dari 1.600 orang dan menahan hampir 10.000, termasuk para pemimpin sipil seperti Aung San Suu Kyi.


(tfa/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Garuda Muda Putri Juara Ke-3 di Piala AFF U-19 Putri 2025