Lolos Jalan-jalan Saat Positif, Ada Peluang Covid Pesta Lagi

Lalu Rahadian, CNBC Indonesia
20 March 2022 16:45
Pengunjung melakukan pemeriksaan test Covid-19 di Laboratorium Uji test Swab Covid-19 di Kawasan Cilandak, Jakarta, Rabu (9/3/2022). Pemerintah telah memperbaharui kebijakan syarat untuk melakukan perjalanan lewat moda Transportasi publik. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Pemeriksaan test Covid-19 di Laboratorium Uji test Swab Covid-19 di Kawasan Cilandak, Jakarta, Rabu (9/3/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta. CNBC Indonesia - Kebijakan pemerintah yang telah melonggarkan aturan soal syarat PCR dan Antigen untuk masyarakat jika hendak bepergian bisa berdampak negatif.

Efek buruk bisa muncul jika kebijakan ini tidak diikuti dengan ketaatan masyarakat menjaga protokol kesehatan. Apalagi, saat ini dilaporkan sudah ada temuan warga pengidap Covid-19 yang berani bepergian meski masih berstatus positif.

Kabar ini disampaikan Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito. Dia berkata beberapa penderita Covid-19 berani bepergian karena memanfaatkan kebijakan baru pemerintah.

"Laporan terkait segelintir orang yang tetap bepergian meskipun sudah dinyatakan positif COVID-19, dengan memanfaatkan ketiadaan syarat testing dalam perjalanan," kata Wiku saat konferensi pers 17 Maret lalu.

Mengutip Detikcom, Wiku menyebut relaksasi yang kini berjalan tujuannya sebagai uji coba transisi pandemi ke endemi. Apabila masa transisi ini tidak dijalankan dengan baik, maka potensi bahaya akan kembali muncul.

"Dimohon masyarakat agar dapat menjaga kepercayaan yang sudah pemerintah berikan. Bersikap jujur, mematuhi peraturan yang ada, karena berani jujur itu sehat," ujarnya.

Penghapusan syarat PCR dan/atau antigen bagi pelancong sudah berlaku sejak 8 Maret lalu. Meski tujuannya baik, namun kebijakan ini bisa jadi akan berdampak pada kembali "berpesta"nya Covid-19.

Apabila tren pengidap Covid-19 bebas jalan-jalan terus terjadi, maka dampaknya bisa semakin parah. Saat ini tren kasus infeksi harian dan positivity rate di Indonesia memang menurun. Akan tetapi, bukan jaminan kalau angka penularan sudah melandai maka hal ini akan bertahan selamanya.

Bukti nyata bahaya pelonggaran kebijakan yang tak diikuti kepatuhan prokes masyarakat bisa dilihat dari India. Sebagai negara dengan penduduk terbesar kedua di dunia setelah China, India sempat mengalami gelombang kedua Covid-19 pada Maret 2021 lalu karena banyaknya warga yang bepergian.

Saat itu banyak pihak menyalahkan pemerintah India atas bahwa tsunami Covid-19 yang terjadi. Soalnya, lonjakan kasus di sana pada 2021 lalu terjadi pasca masyarakat berbondong-bondong melakukan kegiatan di hari besar di sama.

Hal yang dialami India tahun lalu bukan tidak mungkin terjadi di Indonesia. Karena itu, sudah sewajarnya masyarakat tetap mematuhi protokol kesehatan, terutama bagi mereka yang masih berstatus positif Covid-19.


(hoi/hoi)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Menkes Dipanggil Presiden, Lapor Soal Covid-19 & Cek Kesehatan

Next Article Covid-19 Singapura Ngegas 25.000, Warga Ramai-Ramai Borong Masker

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular