Kabar Baik! Ahli Sebut Covid Deltacron Tak Akan Bertahan Lama
Jakarta, CNBC Indonesia -Dunia kembali digegerkan dengan Deltacron, varian baru Covid-19 yang kesekian kalinya terdeteksi. Varian tersebut merupakan gabungan dari varian Covid-19 Delta dan Omicron.
Pemerintah Indonesia telah memastikan bahwa varian ini belum terdeteksi. Namun bukan berarti masyarakat tidak mawas diri dan justru malah abai terhadap protokol kesehatan.
Lantas, seberapa ganas varian ini?
Profesor Ilmu Biologi Universitas Siprus Leondios Kostrikis mengemukakan, para peneliti masih mengirim temuan ke GISAID, database internasional yang melacak Covid-19.
"Kita akan melihat di masa depan apakah strain ini lebih patologis atau lebih menular, dan apakah ia lebih 'menang' melawan dua strain dominan, Delta dan Omicron," kata Kostrikis
Varian Deltacron hadir saat Omicron menjadi penyumbang utama kenaikan kasus Covid-19 di seluruh dunia saat ini. Mengutip Universitas Johns Hopkins, AS melaporkan rata-rata dalam tujuh hari ada lebih dari 600.000 kasus baru setiap hari.
Omicron telah sukses menggantikan posisi Delta, yang sebelumnya menjadi varian Covid yang paling mendominasi.
Gejala varian Deltacron sendiri dapat berupa gejala yang dialami pada varian Omicron seperti pilek, batuk, hingga kelelahan. Meski demikian, belum ada penjelasan lebih lanjut terkait gejala penderita Deltacron.
Ilmuwan Inggris, Profesor Linda Bauld menilai dampak varian Deltacron tidak separah varian terdahulunya. Apalagi, banyak negara yang sudah memulai vaksinasi, bahkan merampungkan cakupan vaksinasi dosis ketiga.
"Tidak ada bukti yang menunjukkan varian baru ini menantang vaksin," kata Bauld.
Sementara itu, John Swartzberg, seorang profesor penyakit menular Universitas California Berkeley mengatakan bukan tidak mungkin varian Deltacron tidak akan bertahan lama.
Menurutnya, bukan tidak mungkin varian tersebut berganti nama. Swartzberg menilai, hingga saat ini tidak ada bukti sama sekali virus rekombinan ini memiliki efek yang sama seperti Delta atau Omicron.
(cha/cha)