
Sederet Efek Ekonomi Perang Rusia Vs Ukraina, Indonesia Siap?

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonom INDEF Eisha Rachbini memaparkan dampak perang Rusia dan Ukraina terhadap ekonomi global dan Indonesia. Hal itu dibeberkan Eisha dalam webinar "Mengantisipasi Ancaman Terhadap Ekonomi Nasional di Balik Krisis Ukraina-Rusia" pada Rabu (16/3/2022).
Menurut dia, perang Rusia dan Ukraina memberikan dampak global dalam wujud ancaman krisis energi dan inflasi sebagai dampak dari sisi demand and supply.
"Krisis saat ini telah mendorong naiknya harga minyak dunia menjadi di atas US$ 100 per barel. Beberapa hari kemarin malah sampai menyentuh US$130 barel. Terjadi juga kenaikan tinggi pada harga komoditas CPO, batu bara, gas bumi di mana Rusia dan Ukraina adalah eksportir dan pemain utama gas pasar global," ujar Eisha.
Dia juga mengatakan, krisis di Ukraina juga memunculkan supply chain disruption. Jika perang berkepanjangan dan banyak jalur-jalur pasokan global dan infrastruktur pelabuhan atau airport rusak maka global supply global akan terhambat.
"Padahal sebelum krisis Ukraina, dunia baru saja berusaha pulih dari krisis global supply chain akibat pandemi Covid-19. Krisis Ukraina menambah guncangan bagi sisi penawaran untuk bahan-bahan komoditas," kata Eisha.
Dari sisi demand, menurut dia, apabila harga-harga naik yang mengakibatkan final goods meningkat, maka masyarakat akan mengeluarkan lebih banyak uang. Akibatnya daya beli menjadi semakin turun.
Ke depan, lanjut Eisha, jika krisis berlangsung lebih lama, maka pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan lebih lemah, stagnan, dan cenderung menurun, dan inflasi terancam lebih tinggi lagi.
"Pertumbuhan ekonomi dunia yang semula diramalkan 3,9 % pada 2022, dengan krisis Ukraina, IMF dan Bank Dunia diperkirakan akan mengoreksi pertumbuhan ekonomi dunia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semula diramalkan 5,6% pada 2022 diperkirakan akan lebih rendah jika perang berlanjut," ujar Eisha.
Lebih lanjut, dia menjelaskan Rusia menyumbang 1,9 % total barang ekspor dunia, bermitra dengan China, Uni Eropa dan AS. Rusia juga mengekspor 49 % minyak bumi dan gas ke Uni Eropa dan masuk negara ke-7 eksportir gas untuk Jepang, UE, Jepang dan China.
"Rusia juga mengekspor batubara. Krisis Ukraina telah memicu kelangkaan energi dunia dan memicu kenaikan tinggi harga CPO dan komoditas lain. Harga CPO telah menyentuh 8 ribu ringgit per ons, batu bara mencapai US$ 400 per ton," kata Eisha.
Lebih lanjut, dia mengatakan perang antara Rusia dan Ukraina menyebabkan ketergantungan terhadap negara mana pun terutama hubungan perdagangan. Pada perdagangan internasional dengan Rusia dan Ukraina terjadi melalui supply chain tidak langsung dalam bentuk ekspor melalui negara lain, dalam hal ini China.
"Ketika terjadi kontraksi negative growth, maka akan menekan demand barang-barang dari China. Ekspor bahan baku Indonesia ke China terhitung besar. Akan ada dampak tidak langsung terhadap supply perdagangan internasional yang juga akan memengaruhi international trade Indonesia," ujar Eisha.
Duta Besar RI untuk Polandia (2014-2019) Peter Gontha menjelaskan, bibit persoalan antara Rusia dengan negara-negara eks Uni Soviet tergolong banyak. Utamanya yang berbatasan langsung atau dengan Eropa Barat.
"Kasus Georgia dan Ukraina amat berpotensi untuk mengganggu rasa nyaman Rusia dari ancaman secara geopolitik dan militer setelah dua negara itu berniat bergabung ke NATO," ujar Peter.
"Di Ukraina banyak warganya yang berasal dari suku Rusia yang berpotensi membuat perpecahan dan perang saudara di negara-negara eks Uni Soviet. Hal itu yang membuat Rusia khawatir," lanjutnya.
Peter bilang kalau Ukraina merupakan negara di mana banyak infrastruktur dan peralatan perang Rusia ditempatkan. Saat ini sedang dalam proses dikembalikan Rusia sebelum serangan Rusia pada 24 Februari lalu.
"Namun saat ini setelah beberapa kali perundingan, Ukraina sepakat untuk mengurungkan niat bergabung ke NATO. Rusia juga mengizinkan Ukraina untuk bebas formal dan nonformal berhubungan ekonomi dengan IEU, asal jangan bergabung dengan NATO," kata Peter.
Lebih lanjut, dia mengatakan, dampak ekonomi perang antara Rusia dan Ukraina ke dunia internasional sudah terasa. Harga gandum dan biji-bijian sudah melonjak tinggi.
"Efek mengerikan terjadi jika AS mengancam China untuk tidak boleh ikut campur membela Rusia yang dikenakan sanksi. Sanksi ekonomi sudah berdampak pada aset pribadi warga Rusia di seluruh dunia. Hal itu preseden berbahaya karena Rusia mengancam melancarkan cyber war ke AS yang akibatnya bisa menakutkan," ujar Peter.
"Indonesia juga sangat bergantung ke Rusia terutama industri pupuk, industri pertahanan terutama ketika Sukhoi pertama dulu dibeli. Jadi harus bersiap-siap," lanjutnya.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Erdogan Umumkan 'Perang', Ada Apa Turki?