Krisis Sawit Makin Serius & Terus Makan Korban, Ini Buktinya!

Damiana Cut Emeria, CNBC Indonesia
Jumat, 11/03/2022 06:35 WIB
Foto: Pedagang antre untuk mendapatkan minyak curah di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Rabu (9/3/2022). Kemendag dan BUMN menyediakan sebanyak 8000 liter minyak goreng untuk didistribusikan. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengungkapkan, tengah meminta Satgas Pangan melakukan penyelidikan atas kendala pasokan minyak goreng di lapangan. Yang memicu krisis hingga ditutupnya pabrik minyak goreng.

Padahal, sebelumnya Mendag sudah mengeluarkan wanti-wanti keras, mencabut izin ekspor jika terbukti ada yang tidak melaksanakan ketentuan DMO. Nyatanya di lapangan, masih terjadi kelangkaan minyak goreng dan harga belum merata memenuhi ketentuan harga eceran tertinggi (HET).

Lutfi menduga, kelangkaan minyak goreng yang masih terjadi saat ini akibat gangguan distribusi atau adanya aksi penyelewengan di tingkat distribusi.


Dia memaparkan, sejak 14 Februari hingga 8 Maret 2022 tercatat ekspor CPO dan turunannya mencapai 2.771.294 ton. Dengan rekapitulasi penerbitan persetujuan ekspor (PE) ada 126 PE yang diterbitkan kepada 54 eksportir.

Dengan demikian, DMO yang dikumpulkan sekitar 20,7% berjumlah 573.890 ton. Total DMO terdistribusi 415.787 ton dalam bentuk minyak goreng curah dan kemasan ke pasar.

"Ini melebihi perkiraan kebutuhan konsumsi sebulan yang mencapai 327.321 ton. Ini yang saya sebut minyak melimpah," kata Lutfi kata Lutfi saat jumpa pers Kebijakan Minyak Goreng, Rabu (9/3/2022).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan, ada 6 produsen minyak goreng (migor) yang berhenti produksi karena tidak mendapat pasokan CPO.

"Kebijakan pemenuhan kebutuhan domestik (domestic market obligation/ DMO) hanya bisa dilaksanakan perusahaan terintegrasi. Yakni, produsen eksportir dan memasok ke pasar domestik, alias perusahaan terintegrasi. Anggota GIMNI ada 34 produsen minyak goreng, hanya 16 yang terintegrasi. Sisanya, produsen yang pasarnya memang hanya di dalam negeri. Lalu, ada perusahaan di luar GIMNI, yang hanya eksportir minyak goreng," kata Sahat kepada CNBC Indonesia, Senin (28/2/2022).

Dengan struktur industri seperti itu, kata dia, artinya kebutuhan domestik hanya bisa dipenuhi setengah. Yakni, oleh perusahaan terintegrasi.

"Jadi, memang akan tetap berkurang yang bisa memasok. Saat ini saja ada 6 perusahaan yang berhenti produksi karena tidak bisa mendapat bahan baku," kata Sahat.

Sementara, lanjut dia, produsen yang hanya menjual ekspor kesulitan memasok ke dalam negeri karena tidak memiliki kemampuan jalur distribusi.

"Nah, perusahaan yang hanya memasok ke dalam negeri, juga kesulitan karena tidak bisa mendapat pasokan bahan baku. Ini yang seharusnya dibantu pemerintah agar kedua pihak ini bisa bekerja sama, business to business. Meski, nggak akan mudah," ujar Sahat.

Saat melakukan sidak ke Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada hari, Rabu (9/3/22), Mendag Lutfi mengungkapkan bahwa tidak ada satu pedagang pun yang menjual minyak goreng sesuai aturan harga eceran tertinggi.

"Minyak goreng ada barangnya, baik curah maupun kemasan. Permasalahannya hari ini tidak ada satu pun kios yang kita datangkan ini menjual sesuai harga eceran tertinggi (HET) yang ditentukan pemerintah," katanya usai melakukan sidak berdasarkan keterangan resmi Kemendag, Rabu (9/3).

Padahal, Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022, harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng sawit ditetapkan Rp11.500 per liter untuk minyak goreng curah, Rp13.500 per liter untuk minyak goreng kemasan sederhana, serta Rp14.000 per liter untuk minyak goreng kemasan premium.


(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Indonesia Diramal Kembali Deflasi di Mei 2025