Indonesia Siaga! Tiga Barang Ini Bakal Naik Harga

Maesaroh, CNBC Indonesia
Rabu, 09/03/2022 19:46 WIB
Foto: Ilustrasi Gandum (Photo by Avinash Kumar on Unsplash)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang Rusia-Ukraina telah melambungkan harga komoditas di pasar global. Lonjakan harga tersebut diyakini akan merembes ke produk-produk yang diimpor Indonesia sehingga mendongkrak inflasi.

Laporan terbaru Morgan Stanley yang berjudul When Geopolitics and Inflation Mix - a 1970s Throwback? menunjukkan ada tiga komoditas yang bisa membuat inflasi Indonesia terbang karena terimbas konflik Rusia-Ukraina. Komoditas tersebut adalah energi, pertanian, serta tambang.

Deyi Tan, ekonomis Morgan Stanley, mengatakan kenaikan harga energi tidak hanya berimbas pada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tetapi juga barang-barang yang diproduksi dengan menggunakan energi dalam jumlah besar seperti logam dan pupuk.


Perang Rusia-Ukraina juga mendongkrak harga komoditas pertambangan yang dibeli produsen dalam negeri seperti paladium, aluminium, hingga bijih besi. Inflasi terkait produk pertanian dikhawatirkan akan meningkat karena banyak bahan pangan yang diimpor seperti gandum, dan jagung. Kenaikan harga bahan pangan juga disebabkan persoalan pasokan dan gangguan logistik.

Kenaikan harga komoditas tersebut akan diteruskan ke produk manufaktur turunannya, termasuk peralatan transportasi. Untuk Indonesia, menurut Morgan Stanley, kenaikan harga pangan dunia dan energi akan berdampak besar terhadap produk makanan dan minuman non-alkohol, jasa makanan, serta transportasi.

"Komoditas pangan dan energi adalah salah satu penentu inflasi," tutur Deyi Tan, Ekonom Morgan Stanley dalam laporannya.

Hitungan Morgan Stanley menunjukkan komoditas pangan dan energi berkontribusi 9-40% terhadap inflasi di wilayah Singapura, India, Malaysia, Filipina, China, Thailand, Korea, Indonesia, Taiwan, dan Hong Kong. Di antara negara tersebut, Filipina dan Thailand diperkirakan akan paling terdampak terhadap kenaikan harga bahan pangan dan energi.

"Kita menghitung bahwa setiap 10% kenaikan harga pangan dan energi akan meningkatkan inflasi 0,9-4 poin persentase," ujarnya.

Ekonom UOB Enrico Tanuwidjaja mengatakan dampak perang Rusia-Ukraina terhadap Indonesia lebih didorong oleh kenaikan harga minyak serta bahan pangan. Sebagai catatan, impor dari Rusia dan Ukraina berkontribusi terhadap 1,5% dari total impor Indonesia pada 2020.

"Rusia dan Ukraina relatif penting bagi sumber bahan pangan Indonesia serta komoditas tambang seperti besi dan baja," tulis Enrico dalam laporannya.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, pada 2021 impor Indonesia dari Rusia mencapai US$1,25 miliar sementara dari Ukraina mencapai US$1,04 miliar.
Impor terbesar Indonesia dari Rusia adalah pupuk disusul dengan ingot besi. Sementara itu, impor terbesar Indonesia dari Ukraina adalah gandum.

"Kenaikan harga minyak dan bahan pangan visa mendongkrak inflasi hingga di atas target Bank Indonesia yang berada di level 2-4%," ujar Enrico.

Dalam hitungan Enrico, inflasi bisa mencapai 4% apabila pemerintah tidak mengantisipasi, baik terhadap pasokan barang maupun bantuan untuk masyarakat yang terdampak. Sementara dalam dua tahun terakhir inflasi tak lebih dari 2%.

Senada, Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardana mengatakan dampak langsung perang Rusia-Ukraina kepada perdagangan maupun investasi relatif kurang signifikan. Namun, dampak tidak langsung dari kenaikan sejumlah harga komoditas berpotensi menambah tekanan pada inflasi domestik, yang merupakan variabel utama dalam pengambilan kebijakan moneter.

"Faktor lain yang juga perlu perhatian adalah dampak pergerakan harga komoditas terhadap performa perdagangan luar negeri, yang selama dua tahun terakhir menjadi penopang stabilitas nilai tukar Rupiah," tuturnya kepada CNBC Indonesia.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(mae/mae)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Rusia Klaim Masuki Wilayah Dnipropetrovsk, Ukraina Membantah