
Jadi Perhatian! Bos BI Tak Ingin Devisa Ekspor Minerba Kabur

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) menjadi salah satu otoritas yang turut mengawasi bisnis batu bara di dalam negeri melalui Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara Antar Kementerian/Lembaga (Simbara).
Gubernur BI Perry Warjiyo mengakui devisa hasil ekspor (DHE) batu bara harus bisa dioptimalkan di dalam negeri. Mengingat sampai hari ini harga batu bara telah meroket hingga menyentuh US$ 435 per ton.
"Simbara hadir di saat yang tepat untuk mengoptimalisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari DHE komoditas mineral dan batu bara," jelas Perry dalam sambutan peluncuran Simbara dan Penandatanganan atau MoU Sistem Terintegrasi Kegiatan Usaha Hulu Migas, Selasa (8/3/2022).
Seperti diketahui, peraturan DHE dari kegiatan pengusahaan dan pengelolaan sumber daya alam telah berlaku sejak 1 Januari 2019.
Mekanisme pelaporan devisa hasil ekspor tertuang di dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 21/14/PBI/2019 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan Devisa Pembayaran Impor (DPI). Melalui PBI tersebut, otoritas mewajibkan eksportir menyimpan devisa di dalam negeri.
Peraturan itu diterapkan karena sebelumnya eksportir hanya diwajibkan untuk melapor devisanya. Namun, pelaporan tidak dibarengi pencatatan transaksi sehingga devisa yang disimpan dalam negeri bisa cepat ditarik kembali oleh eksportir.
Perry menjelaskan Simbara menjadi sistem yang sangat mendukung BI dalam menyusun kebijakan moneter.
"Sistem ini sangat mendukung untuk tidak hanya pemantauan mengenai kondisi neraca perdagangan neraca pembayaran. Tapi juga untuk perumusan kebijakan-kebijakan ekonomi makro, eksternal, maupun juga dari moneter sistem keuangan," tuturnya.
BI kata Perry akan mendukung penuh melalui integrasi sistem informasi dan data dari DHE komoditas batu bara ke dalam Simbara. Selama ini, BI bekerja sama dengan Kementerian Keuangan untuk memonitoring DHE melalui Sistem Informasi Monitoring Devisa Terintegrasi Seketika (SiMoDIS).
"BI akan terus berkontribusi untuk menyampaikan tidak hanya data, tapi juga pengawasan terhadap lalu lintas devisa," jelasnya.
"Termasuk dalam hal ini pengawasan terhadap devisa hasil ekspor mineral dan batu bara, serta pengaliran data devisa hasil ekspor tersebut utk kebutuhan Simbara," kata Perry melanjutkan.
BI berharap Simbara bukan hanya untuk memantau komoditas batu bara, tapi juga komoditas mineral lainnya seperti nikel, yang juga saat ini harganya sedang meroket menyentuh harga US$ 31.800 per ton.
Sebagai informasi, Simbara akan mengintegrasikan dokumen-dokumen dari para pelaku bisnis batu bara yang bisa dipantau oleh kementerian dan lembaga yang terkait, yang saling terintegrasi.
Simbara ini akan dipantau ketat dan dikembangkan bersama-sama oleh antar kementerian terkait diantaranya Kementerian Keuangan, Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM), Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan, dan Bank Indonesia.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar Eksportir Bakal Balik ke RI di Awal 2023