Energi RI Tahan Banting dari Dampak Perang? Cek Faktanya!

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
Senin, 07/03/2022 21:03 WIB
Foto: Reuters

Jakarta - CNBC Indonesia - Harga minyak dunia terus merangkak bahkan sempat menembus hampir US$ 140 per barel pada perdagangan Senin (07/03/2022) pagi, tentu akan menguji ketahanan energi bumi pertiwi.

Lonjakan harga minyak ini tak terlepas dari perang Rusia-Ukraina yang semakin memanas, ditambah sejumlah sanksi dari sejumlah negara Barat. Bahkan, Amerika Serikat membuka kemungkinan untuk menyetop impor minyak dari Rusia.

Lantas, seberapa kuat ketahanan energi Indonesia di tengah adanya perang Rusia dan Ukraina saat ini?


Sekretaris Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto menjelaskan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, terdapat empat variabel untuk menghitung indeks ketahanan energi nasional.

Variabel tersebut antara lain ketersediaan atau availability, keterjangkauan harga atau affordability. Kemudian, kemudahan akses bagi masyarakat atau infrastruktur, serta keselamatan perlindungan lingkungan.

Dia menyebut, saat ini Indonesia masih mengekspor 75% gas berupa gas alam cair (LNG) dan batu bara ke negara lain. Artinya, pasokan untuk gas dan batu bara dalam negeri saat ini masih mencukupi. Dan indeks ketahanan energi dalam negeri, imbuhnya, masih dalam tahap kategori tahan.

"Kemudian gas kita juga masih ekspor dalam bentuk LNG (Liquefied Natural Gas) dan gas pipa. [...] Dengan fakta yang ada, indeks ketahanan energi ada di 6,57%. Artinya masih dalam kategori tahan dan belum sangat tahan karena infrastruktur gas dan listrik masih terbatas dan belum terhubung antar pulau," jelas Djoko kepada CNBC Indonesia, Senin (7/3/2022).

"Di samping itu, kita masih impor commodity minyak mentah, LPG cukup besar, kita impor 75% sampai 80%, juga untuk BBM jenis bensin (gasoline), sehingga kita belum masuk indeks ketahanan energi sangat tahan, baru tahap awal dari tahan. Sehingga kita masih bisa cukup bertahan," kata Djoko melanjutkan.

Seperti diketahui, Indonesia sejak 2004 sampai saat ini, masih bergantung pada impor Bahan Bakar Mineral (BBM) dan minyak mentah untuk kebutuhan dalam negeri.

Dari konsumsi minyak nasional 1,4 juta barel per hari hingga 1,5 juta barel per hari, kemampuan produksi minyak mentah Indonesia hanya mampu sekitar 660 ribu bph pada 2021.

Indonesia sendiri menargetkan produksi minyak mentah di dalam negeri bisa mencapai 1 juta bph pada 2030 mendatang.

Menurut Deputi Perencanaan SKK Migas Benny Lubiantara, jika target produksi minyak tersebut dapat tercapai, ditambah adanya transisi energi, Indonesia masih mengalami defisit minyak 500 ribu bph yang harus diimpor.

"Katakanlah nanti 2030 dapat mencapai produksi 1 juta barel per hari dengan asumsi adanya transisi energi, ini konsumsi minyak growth tidak ada, kita masih ada defisit di atas 500 ribu barel (per hari) yang mau gak mau harus kita impor," ujarnya dalam Energy Outlook 2022 yang diselenggarakan CNBC Indonesia pada Kamis (24/2/2022).

Intensitas perang yang masih terus memanas antara Rusia dan Ukraina memicu harga minyak mentah berada di level yang lebih tinggi. Mengingat, Rusia memasok 10% minyak dunia, sehingga produksinya amat menentukan keseimbangan pasokan dan permintaan minyak global.

Di sisi lain, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri hanya bertahan untuk 21 hari.

Pemerintah harus menjamin agar pasokan BBM dan minyak mentah tidak terganggu dalam beberapa bulan ke depan.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Ketegangan Iran-Israel Meningkat, Apa Dampaknya ke RI?