Jangan Sepelekan! Begini Dampak Perang Rusia-Ukraina ke RI
Jakarta, CNBC Indonesia - Perang Rusia dan Ukraina bisa berdampak ke banyak negara. Tak terkecuali Indonesia.
Misalnya terkait harga minyak mentah dunia, Brent melonjak dan sempat menyentuh level tertinggi hingga US$105 per barel. Itu membuat harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/CPI) juga mengalami kenaikan.
Per 24 Februari 2022 lalu misalnya, ICP adalah US$95,45 per barel. Angka ini cukup jauh dari asumsi ICP pada APBN tahun 2022, yakni US$63 per barel.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan situasi di Rusia dan Ukraina memperburuk ketidakpastian. Kejadian ini diperparah dengan krisis kelangkaan energi.
"Sudah dulu sebelum perang harganya naik karena kelangkaan, ditambah perang naik lagi. Sekarang sudah di atas US$ 100, yang sebelumnya US$ 50 - US$ 60," jelas Jokowi.
Dia juga mengingatkan jajaran berhati-hati terkait harga minyak yang naik. Ini akan berimbas pada harga sejumlah komponen di dalam negeri.
"Karena semuanya naik, yang terjadi adalah kenaikan harga produsen. Pabrik mau produksi sesuatu, dia beli bahan baku harga naik. Dia mau beli harga naik, artinya ongkos produksi naik, terus harga di pabrik jauh lebih tinggi. Dikirim ke pasar, berarti harga konsumen naik. Ini efek berantainya seperti itu," tegasnya.
Kenaikan ICP bisa membuat harga keekonomian BBM meningkat. Setiap kenaikan US$1 per barel akan berdampak kenaikan subsidi LPG sekitar Rp 1,47 triliun, subsidi minyak tanah sekitar Rp 49 miliar, dan beban kompensasi BBM lebih dari Rp 2,65 triliun.
Dalam APBN 2022, subsidi BBM dan LPG 3 kg adalah Rp 77,5 triliun. Angka tersebut adalah saat harga ICP senilai US$63 per barel.
Kenaikan ICP juga berdampak pada subsidi dan kompensasi listrik. Sebab masih ada penggunaan BBM pada pembangkit listrik.
Sebagai informasi, kenaikan ICP sebesar US$ 1 per barel akan berdampak tambahan subsidi dan kompensasi listrik senilai Rp 295 miliar. Selain itu kenaikan harga minyak berdampak pada sektor lain khususnya pada transportasi dan industri yang menggunakan BBM non-subsidi.
"Tren kenaikan harga minyak dunia, mengerek harga keekonomian BBM," ujarnya
Sebelumnya di 27 Februari 2022, PT Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) telah melakukan penyesuaian harga LPG non subsidi. Saat ini harga LPG non subsidi adalah Rp 15.500 per kg, sebelumnya harga sempat Rp 11.500/kg dan pada Desember 2021 naik menjadi Rp 13.500.
Pjs. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, SH C&T PT Pertamina (Persero) Irto Ginting menjelaskan penyesuaian ini mengikuti perkembangan terkini dari industri minyak dan gas. Dia juga menambahkan kenaikan dua tahapan untuk mengurangi beban masyarakat pengguna LPG non subsidi.
"Tercatat, harga Contract Price Aramco (CPA) mencapai 775 US$/metrik ton, naik sekitar 21% dari harga rata-rata CPA sepanjang tahun 2021," jelas Irto dalam keterangan resminya.
Irto juga mengatakan penyesuaian harga telah mempertimbangkan kondisi dan kemampuan pasar LPG non-subsidi. Harga itu juga masih paling kompetitif dibandingkan sejumlah negara ASEAN. Sementara itu, Irto mengatakan tidak ada perubahan harga untuk LPG subsidi 3 kg.
"Penyesuaian harga hanya berlaku untuk LPG non subsidi seperti Bright Gas atau sekitar 6.7% dari total konsumsi LPG nasional per Januari 2022 ini. Untuk LPG subsidi 3 Kg yang porsinya lebih dari 93% tidak mengalami perubahan harga, harga tetap mengacu kepada Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat, " kata Irto.
(npb/npb)