Krisis Energi Dunia Skala Besar di Depan Mata, RI Gimana?

Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
04 March 2022 17:35
Foto : REUTERS/Lucas Jackson/
Foto: REUTERS/Lucas Jackson/

Jakarta, CNBC Indonesia - Serangan Rusia ke Ukraina diperkirakan dapat memicu gangguan pasar energi dunia pada skala besar, seperti yang terjadi pada krisis minyak pada era 1970-an.

Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua IHS Markit Daniel Yergin.

Seperti diketahui, Rusia merupakan salah satu negara pengekspor minyak terbesar di dunia. Sanksi yang diberikan Amerika Serikat dan sekutunya terhadap sistem keuangan Rusia telah memicu reaksi terhadap minyak mentah Rusia dari bank, pembeli, dan pengirim.

Yergin, juga seorang penulis dan sejarawan pasar energi, mengatakan meskipun energi Rusia tidak dikenakan sanksi oleh AS dan negara-negara lain, namun mungkin ada kerugian besar dari penjualan minyak Rusia. Dia menyebut, Rusia mengekspor sekitar 7,5 juta barel per hari minyak dan produk olahan.

"Ini akan menjadi gangguan yang sangat besar dalam hal logistik, dan orang-orang akan berebut minyak," kata Yergin, seperti dikutip dari CNBC International, Jumat (04/03/2022).

"Ini adalah krisis pasokan. Ini adalah krisis logistik. Ini adalah krisis pembayaran, dan ini bisa terjadi seperti krisis pada skala tahun 1970-an," tuturnya.

Dia mengatakan, komunikasi yang kuat antara pemerintah yang memberlakukan sanksi dan industri dapat mencegah skenario terburuk.

"Pemerintah perlu memberikan kejelasan," kata Yergin.

Dia mencatat bahwa anggota NATO menerima sekitar setengah dari ekspor minyak Rusia.

"Beberapa bagian dari itu akan terganggu," kata Yergin.

Kewaspadaan terhadap Minyak Rusia

Yergin mengatakan, ada sanksi secara "de facto" yang bekerja untuk menjaga minyak Rusia dari pasar, meskipun komoditas energi tidak secara khusus dikenai sanksi. Pembeli mewaspadai minyak Rusia karena penolakan dari bank, pelabuhan, dan perusahaan pelayaran yang tidak ingin melanggar sanksi.

JPMorgan memperkirakan bahwa 66% minyak Rusia sedang berjuang untuk menemukan pembeli, dan bahwa harga minyak mentah diperkirakan bisa mencapai US$ 185 pada akhir tahun jika minyak Rusia tetap terganggu.

"Ini bisa menjadi krisis terburuk sejak embargo minyak Arab dan revolusi Iran pada 1970-an," kata Yergin. Kedua peristiwa tersebut merupakan kejutan bagi industri minyak pada dekade itu.

Pada tahun 1973, produsen minyak Timur Tengah memutus pasokan dari AS dan negara-negara Barat lainnya sebagai pembalasan karena membantu Israel selama perang Arab-Israel pada tahun itu. Dunia pun mengalami kekurangan pasokan minyak, dan orang Amerika mengantre di pompa bensin untuk membeli bensin yang harganya meroket. Kejutan lainnya adalah akibat dari revolusi Iran 1978-1979, yang berujung pada penggulingan Syah Iran.

'Raksasa' minyak, seperti BP dan Exxon Mobil, telah mengumumkan keluar dari bisnis di Rusia. Harga minyak mentah Ural Rusia pun telah turun tajam, dibandingkan dengan patokan minyak mentah Brent internasional.

"Apa yang belum pernah kami lihat sebelumnya adalah terkait masalah reputasi besar juga, perusahaan tidak ingin berbisnis dengan Rusia," kata Yergin.

Perusahaan minyak melepaskan investasi besar, di mana mereka mungkin telah menghabiskan bertahun-tahun mengembangkan operasi dan mempekerjakan ratusan orang di Rusia.

"Vladimir Putin dalam seminggu telah menghancurkan apa yang dia bangun selama 22 tahun, ekonomi yang pada dasarnya terintegrasi dengan ekonomi global. Sekarang yang terjadi adalah Rusia terputus dari ekonomi global," katanya.

Krisis di Depan Mata

Yergin mengatakan, gangguan akan datang ketika pasokan di pasar sudah sangat ketat. Negara-negara pengekspor minyak (OPEC+), aliansi antara OPEC, Rusia dan lainnya, pada Rabu telah memutuskan untuk melanjutkan rencana produksi mereka saat ini. Mereka mengembalikan sekitar 400.000 barel per hari ke pasar setiap bulan sampai mencapai target pada bulan Juni.

Selain itu, yang juga menambah pusing pelanggan Rusia adalah lonjakan harga gas alam Eropa. Eropa adalah pelanggan terbesar untuk minyak dan gas Rusia.

Harga minyak sudah naik ketika Rusia meluncurkan tanknya ke Ukraina Kamis (24/02/2022) lalu. Brent diperdagangkan di atas US$ 116 per barel pada Kamis sebelum mundur di tengah spekulasi bahwa Iran dapat mencapai kesepakatan untuk memasuki kembali kesepakatan nuklirnya. Itu bisa membawa 1 juta barel per hari minyak Iran kembali ke pasar.

Analis industri mengatakan sulit untuk mengatakan berapa banyak minyak Rusia akan terpengaruh. Sedangkan Gedung Putih mengatakan sementara tidak ada sanksi terhadap energi, merupakan bentuk pernyataan formalitas alias hanya 'di atas meja'.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: OPEC+ Pangkas Produksi Minyak 1,16 Juta Barel Per Hari

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular