MARKET DATA
INTERNASIONAL

Jerman Jadi Korban Perang Rusia vs Ukraina, Ini Kronologinya

Thea Fathanah Arbar,  CNBC Indonesia
04 March 2022 13:19
New elected German Chancellor Olaf Scholz is sworn in by parliament President Baerbel Bas in the German Parliament Bundestag in Berlin, Wednesday, Dec. 8, 2021. The election and swearing-in of the new Chancellor and the swearing-in of the federal ministers of the new federal government takes place in the Bundestag on Wednesday. (Photo/Markus Schreiber)
Foto: AP/Markus Schreiber

Jakarta, CNBC Indonesia - Jerman kini menjadi "korban" Rusia dan Ukraina. Negara yang dipimpin Kanselir Olaf Scholz tersebut bakal mengalami perlambatan perbaikan ekonomi.

Mengapa ini terjadi?

Hal tersebut terjadi karena Jerman akan mengurangi impor energi, yakni gas, dari Rusia. Ini merupakan sanksi negara itu atas serangan Rusia ke Ukraina, yang dimulai sejak 24 Februari lalu.

Diketahui gas Rusia mendominasi 55% impor Jerman. Gas sendiri menjadi sumber energi utama negara itu seiring peralihan energi fossil ke energi terbarukan.

Dengan pengurangan impor, Jerman harus berpikir ulang soal tata energinya yang memang sangat menggandalkan gas. Kemarin, isu penggunaan nuklir dan batu bara kembali disuarakan.

"Kami akan mengubah arah untuk mengatasi ketergantungan impor gas," kata Kanselir Jerman Olaf Scholz.

Jerman juga menyebut rencana mengganti gas Rusia dengan gas alam cair (LNG) dari Amerika Serikat (AS) atau Qatar. Dana sebesar US$ 1,7 miliar juga segera dianggarkan.

Namun skenario ini belum didukung infrastruktur untuk menyerap pasokan baru yang besar. Jerman tak memiliki terminal LNG di sepanjang pantai tempat kapal tanker dapat berlabuh.

Ketidaksiapan infrastruktur membuat Jerman harus mengimpor pasokan melalui salah satu dari 21 terminal Uni Eropa lainnya. Ini merupakan solusi yang mahal pada saat harga energi melonjak di benua tersebut.

Menteri Perekonomian Robert Habeck mengatakan dipastikan pemulihan ekonomi terdampak. Pemerintah pun menjanjikan dukungan untuk bisnis yang dirugikan oleh krisis.

"Konsekuensi dari sanksi dan perang terlihat dan situasinya tetap tegang," kata Habeck setelah berbicara dengan bisnis, Kamis (3/3/2022) waktu setempat, sebagaimana dimuat Reuters.

"Kami berharap mengalami fase pemulihan musim semi ini. Tapi sekarang ada konsekuensi perang," katanya, menambahkan ia berharap langkah-langkah yang diambil pemerintah akan efektif, termasuk mencegah resesi.

Karena biaya energi Jerman mencatat tingkat inflasi tinggi menjadi 5,3% di Desember 2021, laju tercepat sejak Juni 1992. Biaya listrik yang mahal memukul industri dan rumah tangga.

Bukan hanya energi, ini juga akibat gangguan rantai pasokan yang mendorong kenaikan harga. 

(tfa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Krisis Energi Hantam Jerman? Warga & Industri Diminta Hemat-Hemat


Most Popular
Features