
Harga LPG Biru Sudah Naik, Gas 'Melon' Bakal Segera Nyusul?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) non subsidi seperti tabung 5,5 kilo gram (kg) dan 12 kg sudah naik dua kali sejak akhir Desember 2021 lalu.
Pada akhir Desember 2021 Pertamina menaikkan harga LPG non subsidi menjadi Rp 13.500 per kg dari sebelumnya Rp 11.500 per kg. Kemudian, pada 27 Februari 2022 lalu, harga LPG non subsidi ini kembali dinaikkan menjadi Rp 15.500 per kg.
Sementara untuk LPG subsidi tabung 3 kg masih tidak berubah. Harga LPG 'melon' ini masih belum berubah sama sekali sejak 2007 lalu yakni Rp 4.300 per kg. Pertamina menyebut, pemerintah turut andil dalam memberikan subsidi LPG sekitar Rp 11.000 per kg.
Ini artinya, selisih harga LPG non subsidi dan subsidi semakin besar. Di sisi lain, pemerintah dan Badan Anggaran DPR RI sejak tahun lalu menuturkan akan mengubah skema pemberian subsidi LPG menjadi subsidi langsung kepada orang yang berhak menerima, bukan lagi berbasis pada komoditas atau LPG. Ini dilakukan dengan tujuan agar pemberian subsidi menjadi lebih tepat sasaran.
Namun demikian, imbasnya akan berdampak pada kenaikan harga LPG tabung 3 kg di pasaran. Harga LPG 'melon' ini akan dijual setara dengan harga LPG non subsidi per kg karena warga yang berhak menerima subsidi akan diberikan kompensasi langsung seperti berupa bantuan langsung tunai (BLT) atau bantuan sosial dari pemerintah.
Lantas, bagaimana progres dari rencana perubahan skema pembayaran subsidi LPG ini? Sudah seperti apa pembahasannya dengan DPR RI? Apakah akan benar diterapkan pada tahun ini?
Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah mengakui bahwa pembicaraan antara pemerintah dengan DPR terkait reformasi subsidi energi, termasuk komponen subsidi LPG, sudah dilakukan sejak tahun lalu.
Pada prinsipnya, menurutnya DPR sepakat dengan pemerintah untuk mengubah skema subsidi LPG dengan skema tertutup, yakni subsidi langsung kepada penerima manfaat agar tepat sasaran sesuai dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial.
Namun demikian, menurutnya berjalannya kebijakan ini akan sangat bergantung pada kesiapan pemerintah.
"Ada beberapa hal yang harus dipersiapkan pemerintah," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (2/3/2022).
Said merinci, hal yang harus dilakukan pemerintah yakni terkait pemutakhiran data di DTKS, konsolidasi agen LPG sampai di tingkat pengecer yang menjadi mitra pemerintah untuk memudahkan keluarga miskin mendapatkan LPG subsidi, termasuk teknis distribusinya.
"Apakah dengan menggunakan kartu seperti skema e-warung ataukah dengan finger print, itu hal hal teknis yang menjadi domain pemerintah," tuturnya.
"Dan hal itu perlu persiapan yang matang agar perubahan kebijakan itu tidak membuat masyarakat panic karena tiba tiba mereka yg menggunakan LPG subsidi tiba tiba harus membayar dengan LPG keekonomian. Pemerintah juga perlu melakukan sosialisasi sebelum kebijakan itu dijalankan," kata Said melanjutkan.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, selisih harga LPG non subsidi dan subsidi kini semakin besar, sementara produk LPG subsidi masih dijual bebas di pasaran.
Imbasnya, ini bisa berdampak pada migrasi atau peralihan penggunaan LPG di masyarakat dari yang semula menggunakan LPG non subsidi bisa beralih ke LPG subsidi.
Oleh karena itu, menurutnya pemerintah perlu mengantisipasi adanya lonjakan permintaan subsidi LPG 3 kg ini dengan cara menerapkan subsidi tertutup atau subsidi yang langsung ditujukan kepada penerima manfaat, bukan lagi berbasis pada komoditas atau LPG-nya.
"Gas 3 kg diburu, sehingga efeknya yang punya uang atau yang menengah atas memiliki gas 3 kg. Sementara harga menengah bawah dalam bundling sulit mendapatkan karena semua memburu harga yang murah. Ini gap yang akan tinggi, dan orang akan menyesuaikan," jelas Tauhid kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (02/03/2022).
Sebagai antisipasi adanya migrasi penggunaan ke LPG 3 kg itu, dirinya menyarankan agar subsidi LPG dilakukan secara tertutup atau mengarah langsung ke per keluarga yang berhak menerima subsidi, bukan lagi secara terbuka dengan mekanisme subsidi barang.
"Kalau sekarang terbuka dan boleh dibeli di pinggir jalan. Target subsidi harus jelas. biaya transaksi harus dikurangi, harga yang diumumkan pemerintah harus sama seperti di lapangan," tandas Tauhid.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article LPG Biru Naik, Saatnya Pemerintah Terapkan Subsidi Tertutup!
