
Awas! Perang Ukraina Panjang Bisa Picu Ledakan Harga Plastik

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga resin plastik berpotensi melonjak US$100-200 per ton dari saat ini sekitar US$1.300 per ton. Pasalnya, lonjakan harga minyak dunia saat ini bisa mendongkrak kenaikan harga bahan baku resin plastik. Karena itu, pelaku industri plastik berharap negosiasi damai Rusia-Ukraina segera terwujud. Dengan begitu, harga minyak bisa kembali melandai dan stabil.
Sementara itu, pada perdagangan Rabu, 2 Maret 2022, harga minyak dunia jenis brent berada di US$ 110,16/barel, melonjak 4,94% dan menjadi rekor tertinggi sejak Juli 2014. Sementara jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) harganya US$ 108,61/barel, melesat 5,03% dan merupakan yang termahal sejak April 2011.
Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono mengatakan, perang Ukraian-Rusia yang memicu lonjakan harga minyak mentah dunia secara otomoatis mendongkrak kenaikan biaya produksi.
"Tentu saja harga bahan baku jadi naik. Jika harga minyak dunia terus naik tembus US$100 per barel, harga resin plastik bakal naik sekitar US$100-200 per ton dari saat ini berkisar US$1.300 per ton. Kalau tidak terlalu tinggi tembus US$100 per barel, kenaikan harga resin plastik kemungkinan hanya berkisar US$50 per ton," kata Fajar kepada CNBC Indonesia, Selasa (1/3/2022).
Perang Rusia-Ukraina, lanjut dia, juga menambah beban psikologis bagi pasar. Di tengah ketatnya stok yang semakin terbatas. Akibatnya, terjadi tren kenaikan harga yang lebih cepat dibandingkan siklus tahunan.
"Harga naik lebih cepat sekitar 2-3 minggu karena biasanya kenaikan harga baru terjadi di bulan April setelah pabrik melakukan overhaul. Namun, karena situasi agak panas, perang bikin harga minyak naik, harga bahan baku sudah mulai bergerak dari sekarang," ujarnya.
![]() Harga Minyak Melonjak Akibat Perang Rusia VS Ukraina |
Hanya saja, kenaikan itu belum memicu pembelian stok besar-besaran. Dia memprediksi, industri akan mulai membeli lebih banyak saat harga mulai naik lebih tinggi. Dan, tidak ada sinyal positif negosiasi Rusia dan Ukraina.
"Biasanya, memang industri mengantisipasi lonjakan permintaan itu di 2 bulanan sebelum Ramadan-Lebaran. Mungkin baru minggu depan mereka mulai membeli. Dan, saat ini mereka juga masih punya stok. Sekarang, resin naik US$20-30 per ton belum terlalu bikin kenaikan pembelian. Mungkin kalau tidak ada solusi damai, minyak naik terus, resin naik lagi, barulah. Mereka pasti akan dibeli berapa pun. Ada perang, ditambah momentum permintaan Puasa-Lebaran," jelas Fajar
Kenaikan harga resin akan menyebabkan harga produk turunannya naik. Meski tergantung komposisi dan jenis industrinya. Dimana industri pengguna resin atau biji plastik adalah kemasan, peralatan rumah tangga termasuk elektronik dan otomotif, infrastruktur, tekstil, hygiene, hingga medis.
"Misalnya, untuk kemasan. Ada jenisnya juga. Kalau standing pouch itu mahal, kontribusinya terhadap harga produk bisa 10%. Kalau botol plastik itu sekitar 7% pengaruhnya ke harga jual barang, sementara kemasan plastik biasa sekitar 3,5%," jelasnya.
Di sisi lain, Fajar menambahkan, jika perundingan damai Rusia-Ukraina terwujud, harga minyak akan melandai. Meski, diprediksi tidak akan jauh meninggalkan level US$80 per barel. Sehingga, kenaikan resin kemungkinan tidak akan melampaui US$100 per ton.
"Yang jelas, naik atau tidak harga resin plastik tidak berdampak banyak pada pasar. Karena yang menentukan itu demand. Tahun 2022, demand akan lebih baik lagi. Tahun ini kami optimistis bisa tumbuh 4-4,5%. Sektor makanan dan minuman sudah memasang target pertumbuhan 7-8% tahun ini. Belum lagi nanti kalau dine-in dibebaskan dan segmen food delivery naik. Industri pariwisata sudah menggeliat, pemerintah juga akan memulai kebijakan tanpa karantina di Bali. Sektor properti dan otomotif juga naik bagus, proyek infrastruktur jalan. Sekolah mulai tatap muka berarti permintaan sepatu, tas, dan tekstil akan naik. Dan, jika benar pandemi akan menjadi endemi, konsumsi plastik akan naik. Masalahnya bukan harga lagi," kata Fajar.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dilema Kenaikan Harga BBM