Harga LPG Non Subsidi Naik, Waspada Migrasi ke 3 Kg

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
01 March 2022 17:15
Petugas mengisi ulang gas Elpiji subsidi 3kg di depot Pertamina, Koja, Jakarta Utara, Senin (21/5). Dibulan Ramadan Pertamina meningkatkan ketahanan stok LPG menjadi rata-rata 17,6 hari sebesar 27ribu metrik ton dan akan menyiagakan 49 SPPBE kantong di Pulau Jawa.  (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia diminta untuk mewaspadai adanya migrasi penggunaan Liquefied Petroleum Gas (LPG) dari yang sebelumnya memakai LPG non subsidi atau 5 Kilogram (Kg) dan 12 Kg menjadi ke LPG melon 3 Kg.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad membenarkan bahwa harga LPG di Indonesia saat ini sangat bergantung kepada harga internasional dalam hal ini Contract Price Aramco (CP Aramco). Maklum, menurut catatan Indef, hampir 80% LPG non subsidi bahan bakunya dibeli melalui impor.

Tauhid justru menilai, pemerintah terlalu terburu-buru dalam menaikan harga LPG non subsidi itu, karena sejatinya kenaikan harga bisa menunggu tiga bulan berlakunya harga internasional.

"Regulasi berjalannya tiga bulan, bukan serta merta Aramco naik, ini jadi ikutan naik. situasinya seperti itu," ungkap Tauhid kepada CNBC Indonesia, Selasa (1/3/2022).

Yang terang, kata Tauhid, pemerintah perlu mewaspadai adanya shifting atau migrasi penggunaan LPG di masyarakat dari yang sebelumnya menggunakan LPG non subsidi ke LPG yang sifatnya subsidi. Karena seperti yang diketahui, gap harga antara gas subsidi dengan yang subsidi saat ini terlalu jauh.

Tercatat untuk LPG non subsidi harga mencapai sekitar Rp 15.500 per kg dan yang subsidi hanya Rp 4.300 per kg.

"Gas 3 kg diburu, sehingga efeknya yang punya uang atau yang menengah atas memiliki gas 3 kg. Sementara harga menengah bawah dalam bundling sulit mendapatkan karena semua memburu harga yang murah. Ini gap yang akan tinggi, dan orang akan menyesuaikan," ungkap Tauhid.

Sebagai antisipasi adanya migrasi penggunaan ke gas 3 Kg itu, Indef menyarankan agar subsidi LPG dilakukan secara tertutup atau mengarah langsung ke per orangan bukan lagi secara terbuka dengan mekanisme subsidi barang.

"Kalau sekarang terbuka dan boleh dibeli di pinggir jalan. Target subsidi harus jelas. biaya transaksi harus dikurangi, harga yang diumumkan pemerintah harus sama seperti di lapangan," tandas Tauhid.

Seperti yang diketahui, pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) secara resmi menaikan harga LPG non subsidi ukuran tabung 5 kg dan 12 kg pada 27 Februari 2022. LPG non subsidi itu saat ini di banderol dengan Rp 15.500 per kg.

Pjs. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Subholding Commercial & Trading Pertamina, Irto Ginting menjelaskan bahwa penyesuaian ini dilakukan mengikuti perkembangan terkini dari industri minyak dan gas.

Dia juga menjelaskan kenaikan dua tahapan dari Desember yang lalu itu dilakukan demi mengurangi beban masyarakat pengguna LPG non subsidi.

"Tercatat, harga Contract Price Aramco (CPA) mencapai US$ 775 /metrik ton, naik sekitar 21% dari harga rata-rata CPA sepanjang tahun 2021," jelas Irto dalam keterangan resminya, Minggu (27/2/2022).

Ia menjelaskan penyesuaian harga ini telah mempertimbangkan kondisi serta kemampuan pasar LPG non subsidi, selain itu harga ini masih paling kompetitif dibandingkan berbagai negara di ASEAN.

Sementara untuk LPG subsidi 3 kg, Irto menyatakan bahwa tidak ada perubahan harga yang berlaku.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jangan Kaget Ya Bund! Harga LPG Di Pasaran Tembus Rp 175 Ribu

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular