Ngeri! Putin Bawa Bom Termobarik ke Ukraina, Apa Itu?
Jakarta, CNBC Indonesia - Militer Rusia dilaporkan memiliki potensi untuk menggunakan bom termobarik ke wilayah Ukraina. Langkah ini untuk memperkuat kemampuan tentara negara pimpinan Presiden Vladimir Putin itu dalam mengepung ibu kota Ukraina, Kyiv.
Duta Besar Ukraina di Washington, Oksana Markarova, mengatakan hal ini ke Kongres AS sebagaimana dikutip Reuters. Penggunaan senjata yang juga dijuluki sebagai bom vakum itu membuktikan bahwa Moskow ingin membuat sebuah kerusakan yang besar bagi negaranya.
"Mereka menggunakan bom vakum hari ini," kata Markarova setelah pertemuan dengan anggota parlemen, Senin (28/2/2022).
"Kehancuran yang coba ditimbulkan oleh Rusia di Ukraina sangat besar."
Senjata termobarik, menghisap oksigen dari udara sekitarnya untuk menghasilkan ledakan suhu tinggi. Ini akan menghasilkan gelombang ledakan dengan durasi yang jauh lebih lama daripada ledakan konvensional.
Kerusakan yang ditimbulkan bom ini pun cukup besar. Bom ini bahkan mampu menguapkan tubuh manusia.
Keyakinan akan digunakannya termobarik juga dikatakan Amnesty International dan Human Rights Watch. Sementara Sekretaris Pers Gedung Putih AS Jen Psaki mengatakan telah melihat laporan tetapi tidak memiliki konfirmasi namun jika benar, tegasnya, itu kejahatan perang.
Sayangnya belum ada konfirmasi dari Rusia soal ini.
Sementara itu, hujanan rudal dan amunisi Rusia masih terus terjadi di Ukraina. Intensitas ini tidak menurun meski delegasi antara keduanya telah mengadakan pertemuan untuk membahas penghentian serangan.
Dalam laporan terbaru Kementerian Dalam Negeri Ukrania, serangan terbaru kembali terjadi di wilayah ibu kota Kyiv. Menurut Anggota parlemen Ukraina, Kira Rudik, mengatakan serangan justru menjadi semakin parah.
"Malam ini, ada 'negosiasi damai', yang jelas mengakibatkan serangan udara yang lebih berat setelahnya, tepat setelah negosiasi berakhir," jelasnya.
Rusia sendiri telah memberikan syarat untuk menghentikan serangannya. Dalam panggilan telepon Presiden Rusia Vladimir Putin dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron, ia menegaskan bahwa Moskow akan menghentikan gerakannya bila Kyiv tetap bersifat netral serta mengakui wilayah Krimea sebagai bagian dari kontrol Kremlin.
(sef/sef)