Rusia-Ukraina Bikin Harga Gandum Rekor, Industri RI Kalem?

Damiana Cut Emeria, CNBC Indonesia
Kamis, 24/02/2022 18:07 WIB
Foto: Ilustrasi Gandum (Photo by Avinash Kumar on Unsplash)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga gandum internasional kembali sentuh level rekor lebih 9 tahun di perdagangan Kamis, 24 Februari 2022. Menyusul pengumuman invasi atas Ukraina oleh Presiden Rusia Vladimir Putin.

Dari chart situs tradingeconomis.com terpantau, harga gandum sempat melandai di sesi perdagangan Senin, 21 Februari 2022. Kemudian bergerak naik seiring eskalasi tensi Rusia - Ukraina. Dan, melesat tajak ke US$9,26 per bushel di sesi perdagangan Kamis, 24 Februari 2022.

Pasar merespons pengumuman invasi dan mencemaskan potensi terganggunya pasokan dari 2 produsen utama gandum dunia tersebut.


Tensi geopolitik ini menambah kecemasan akibat gangguan cuaca di sejumlah negara produsen utama lainnya. Yang akan memperketat keterbatasan pasokan gandum global.

Tidak hanya gandum, harga jagung juga cetak rekor ke level tertinggi 4 mingguan menjadi US$7,17 per bushel. Dimana, Rusia dan Ukraina memasok hingga seperlima jagung global.

Belum lagi, keterbatasan pasokan sudah diprediksi sejak awal akibat gangguan cuaca di sejumlah negara produsen utama.

Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Terigu Indonesia (Aptindo) Ratna Sari Loppies mengatakan, meski Ukraina pemasok gandum nomor 2 terbesar bagi Indonesia, hingga saat ini belum ada dampak langsung terhadap pasokan gandum ke Tanah Air.

"Belum ada. Dan, kalau pun harga melonjak, reaksi kita nggak langsung. Terigu di dalam negeri itu menyangkut usaha kecil, UKM seperti pedagang mie ayam. Dan, gandum kan nggak cuma dari Rusia dan Ukraina," kata Ratna kepada CNBC Indonesia, Kamis (24/2/2022).

Staf Khusus Aptindo Josafat Siregar menambahkan, industri terigu di dalam negeri sudah pernah mengalami kondisi terburuk di tahun 2008.

"Saat itu belahan bumi selatan dan utara, Australia dan Eropa mengalami kekeringan secara bersamaan, harga pangan dunia sangat mahal sekali. Mudah-mudahan tidak terulang kondisi seperti itu. Dan, saya kira tidak akan ada penundaan pembelian, hanya industri masing-masing melakukan kalkulasi, penyesuaian harga di domestik," kata Josafat kepada CNBC, Kamis.

Penyesuaian harga, ujarnya, tidak akan dilakukan serta merta, karena menyangkut pelaku UKM.

"Biasanya harus dilakukan sosialisasi dulu, karena nggak semua bisa diakali dengan mengecilkan ukuran produk jadi. Dan, industri itu pasti melakukan pengamatan tren harga 4 bulan ke depan dengan kondisi yang ada. Dengan back up data, prakiraan biasanya tidak meleset jauh," kata Josafat.


(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Indonesia Diramal Kembali Deflasi di Mei 2025