Melihat Lagi Ancaman Baru Selain Covid-19, Dunia Bisa Chaos?
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan arah perubahan iklim yang terjadi di berbagai belahan dunia semakin mengerikan. Indonesia pun harus bersiap.
Hal tersebut dikemukakan Jokowi saat memberikan pengarahan dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat
"Kita tau perubahan iklim dunia arahnya akan semakin mengerikan, Semua negara juga sudah ngeri dan sudah mengalami bencana yang sebelumnya tidak ada, kemudian ada perubahan iklim," kata Jokowi.
Eks Gubernur DKI Jakarta tersebut menekankan pembangunan infrastruktur dalam mengurangi memitigasi risiko bencana. Menurutnya, hal tersebut harus ditingkatkan secara bersama.
"Sebagai misal, vegetasi penghambat ombak tsunami atau taifun," kata Jokowi.
Menurutnya, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk memitigasi risiko bencana alam seperti tsunami. Salah satunya, adalah melakukan penanaman di pesisir.
"Saya kira mangrove dan tanaman asosiasi seperti nipah, cemara pantai, kasuarina dengan berasosiasi dengan waru laut, ketapang, nyamplung, kelapa ini harus banyak kita tanam di pesisir pantai," katanya.
Jokowi menekankan instrumen peringatan dini terhadap bencana perlu ditingkatkan. Jokowi telah memerintahkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk menyikapi hal ini.
"Saya minta BNPB ikut terlibat dan mengingatkan kementerian terkait untuk menjalankan tugas karena ini sekali lagi menyangkut keselamatan rakyat," tegasnya.
Sebelumnya. beberapa tokoh umat Kristiani dunia menyerukan kepada masyarakat dunia untuk bersatu dan bersiap menghadapi ancaman perubahan iklim yang diyakini lebih mengerikan dari pandemi Covid-19. Seruan itu disampaikan melalui sebuah deklarasi bersama.
Mengutip Guardians, deklarasi yang dimotori pemimpin gereja Katolik Roma, Paus Fransiskus, pemimpin spiritual gereja Ortodoks, Patriark Ekumenis Bartholomew, dan uskup agung Anglikan, Justin Welby itu menyebutkan bahwa masyarakat dunia harus mulai mendengarkan tangisan Bumi dan orang-orang miskin.
"Ini adalah momen kritis. Masa depan anak-anak kita dan masa depan rumah kita bersama bergantung padanya," ujar deklarasi bersama ini.
Mereka juga meminta agar seluruh masyarakat mulai peduli dengan kondisi dan situasi dunia saat ini dengan lebih bertanggung jawab atas kegiatan yang mereka lakukan. Maka itu, ketiga tokoh Kristiani ini memohon agar masyarakat mau berkorban demi masa depan dunia.
"Dunia sudah menyaksikan konsekuensi dari penolakan kita untuk melindungi dan melestarikan. Sekarang, pada saat ini, kita memiliki kesempatan untuk bertobat, berbalik dalam tekad, menuju ke arah yang berlawanan. Kita harus mengejar kemurahan hati dan keadilan dalam cara kita hidup, bekerja dan menggunakan uang, bukan keuntungan egois."
Sebelumnya gema perubahan iklim sudah mulai disampaikan oleh beberapa tokoh dunia. Terbaru, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menyebut bahwa dunia saat ini sedang dalam kondisi yang sangat parah. Ini disampaikan kepada para korban Badai Ida di New York.
"Bencana-bencana ini tidak akan berhenti. Mereka hanya akan datang dengan frekuensi dan keganasan yang lebih banyak," ujar presiden asal Delaware itu beberapa waktu lalu.
"Kita harus mendengarkan para ilmuwan dan ekonom dan pakar keamanan nasional. Mereka semua memberi tahu kita ini kode merah."
Kondisi perubahan iklim akibat polusi global sendiri memang bukan isapan jempol belaka. Sebuah laporan dari Panel Antar pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menemukan bahwa dunia mungkin memanas hingga 1,5°C pada awal 2030-an. Kenaikan ini disebut sangat mengancam negara-negara kepulauan di Samudera Pasifik, termasuk Indonesia.
Selain itu, para peneliti ekologi dunia menyebut bahwa ada beberapa indikator perubahan iklim yang telah menembus batasan normal. Indikator tersebut yakni jumlah es yang mencair di kutub, kenaikan suhu permukaan laut, dan deforestasi.
(cha/cha)