
RI Kudu Waspada, Ngutang Bakal Makin Mahal & Susah!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah akan dihadapkan pada tantangan berat dalam beberapa waktu ke depan. Khususnya mengenai penarikan utang, seiring dengan semakin ketatnya likuiditas global.
"Saya rasa ini cukup challenging terutama bagi pasar keuangan di negara berkembang termasuk di Indonesia. Karena pengetatan pasar keuangan akan berdampak ke sisi fiskal dan pembiayaan yang masih butuh supply atau likuiditas yang cukup," ujar Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Abdurohman dalam webinar BPS, Senin (21/2/2022).
Biang kerok dari pengetatan likuiditas adalah lonjakan inflasi di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, Jerman, Prancis dan negara berkembang seperti Brasil, Argentina, Meksiko dan lainnya.
![]() Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia (Dok: Kemenkeu) |
Atas kondisi tersebut, seluruh negara dimungkinkan mengambil langkah yang sama, yaitu menaikkan suku bunga acuan. AS dikabarkan akan memulai pada Maret 2022 sebanyak 4-5 kali sampai akhir tahun.
Negara lain yang sudah menaikkan suku bunga adalah Brasil, Rusia, Meksiko, Korea Selatan, Afrika Selatan dan Inggris. Kenaikan suku bunga dilakukan bank sentral negara tersebut bahkan sudah sejak 2021 lalu.
"Brazil inflasi double digit dan naikkan policy rate 875 bps sejak 2021. Rusia naikkan cukup tinggi, begitu juga Meksiko dan Afsel dan Inggris sudah menaikkan dua kali," kata dia.
Secara rinci, inflasi Brazil tercatat 10,4% dan menaikkan suku bunga sebesar 875 bps sejak 2021 menjadi 10,75%. Rusia inflasinya tercatat 8,7% dan sudah menaikkan suku bunga 525 bps sejak 2021 menjadi 9,5%. Mexico inflasinya 7,1% dan sudah menaikkan suku bunga 175 bps sejak 2021 menjadi 6%.
Kemudian, Korea Selatan inflasinya 3,6% dan sudah menaikkan suku bunga 75 bps sejak 2021 menjadi 1,25%. Afrika Selatan inflasinya 5,7% dan sudah menaikkan suku bunga 50 bps sejak 2021 menjadi 4% hingga Inggris inflasinya 5,5% dan sudah menaikkan suku bunga 40 bps sejak 2021 menjadi 0,5%.
![]() Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia (Dok: Kemenkeu) |
Pemulihan ekonomi yang masih dini, membuat banyak negara termasuk Indonesia masih membutuhkan pembiayaan. Salah satunya menerbitkan surat utang berdenominasi valutas asing (valas). Sederet negara tersebut harus berebut likuiditas yang tersisa di global. Investor tentu akan memilih imbal hasil yang tinggi dan aman.
Pada tahun ini, dengan asumsi awal defisit 4,85% dari PDB atau Rp 868 triliun, pemerintah akan menerbitkan surat berharga negara (SBN) neto sebesar Rp 991,3 triliun . Secara bruto SBN yang diterbitkan Rp 1.300,1 triliun.
Pada rinciannya SBN bruto meliputi penerbitan domestik reguler akan memakan porsi terbesar, yaitu sebanyak 78-83%. Selanjutnya SBN valuta asing (valas) 11-14% dan SBN ritel 6-8%.
Namun beberapa waktu terakhir, Kemenkeu memperkirakan defisit anggaran di akhir tahun bisa lebih rendah, yaitu 4,3% PDB. Dengan demikian jumlah utang yang ditarik tentunya akan lebih kecil seperti yang terjadi pada 2021.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Progam Makan Siang Gratis Dieksekusi 2025, Utang RI Naik!