G20 Menuju Pintu Exit Covid, Menkeu: Jangan Ada Tertinggal!

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
17 February 2022 18:30
FMCBG Meeting, Kamis (17/2/2022) (ist/Dok. Bank Indonesia)
Foto: FMCBG Meeting, Kamis (17/2/2022) (ist/Dok. Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemulihan ekonomi dunia menjadi salah satu agenda prioritas dalam pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral dalam perhelatan Presidensi G20. Sejumlah strategi pun disiapkan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan luka dalam dari pandemi Covid-19 harus segera dimitigasi sedini mungkin.

Pasalnya, jika luka dalam ini tidak cepat 'disembuhkan' maka akan menghambat pemulihan ekonomi dari berbagai sisi, baik dari sektor swasta atau riil, yang kemudian akan merembet kepada sektor keuangan.

Hal itu pada akhirnya akan menghambat pemulihan pertumbuhan ekonomi yang kuat, tangguh, dan berkelanjutan.

Di satu sisi, saat dunia bergerak pada pemulihan, maka negara-negara berkembang dan negara rentan bisa terkena imbasnya jika exit strategy tidak disiapkan secara matang.

"Ada kebutuhan mendesak untuk mengatasi risiko yang berasal dari scaring effect atau luka dalam akibat pandemi. Oleh karena itu, penting untuk memastikan semua negara pulih bersama, untuk menghindari ketimpangan ekonomi," jelas Sri Mulyani dalam 1st Finance Minister and Central Bank Governor Meeting G20, Kamis (17/2/2022).

Kebijakan ke depan, kata Sri Mulyani harus mengembangkan exit policy yang seimbang, yang terkalibrasi dengan baik, terencana dengan baik, dan dikomunikasikan dengan baik.

"Serta harus mengidentifikasi strategi untuk mengatasi scarring effect dan memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi inklusif dan tidak ada yang tertinggal," ujarnya lagi.



Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menambahkan, di tengah pemulihan yang sedang berlangsung, justru mengharuskan beberapa negara, terutama negara maju untuk menormalisasi kebijakan lebih awal.

Hal tersebut harus dilakukan dengan mengurangi stimulus yang akhirnya berdampak pada kondisi ekonomi global.

"Ini berpotensi menciptakan kondisi keuangan global yang lebih ketat dan dapat menyebabkan arus keluar modal dari emerging market," jelas Perry dalam kesempatan yang sama.

Indonesia, sebagai Presidensi G20 2022, kata Perry akan mendorong agar negara anggota G20 dapat menjaga momentum pemulihan global dari dampak rambatan yang berasal dari exit policy yang tidak tersinkronisasi, dan kecepatan normalisasi kebijakan yang berbeda antar negara.

Melalui exit strategy yang terkalibrasi, terencana dan terkomunikasikan dengan baik. Apalagi, pandemi covid-19 telah menyebabkan gangguan ekonomi global yang mendalam, baik di sisi penawaran maupun permintaan.

"Pandemi juga menyebabkan pengangguran yang tinggi, investasi yang lemah, dan produktivitas yang rendah. Bila itu tidak ditangani dengan benar, maka akan scarring effect atau luka memar yang berkepanjangan," tuturnya.

"Tekad kami dalam mengatasi masalah ini akan menentukan jalan kami menuju pemulihan yang kuat, berkelanjutan dan inklusif, dengan menetapkan tema Kepresidenan G20 Indonesia Recover Stronger, Recover Together," kata Perry melanjutkan


(cap/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gelar G20 di Bali 2022, RI Bidik Keuntungan Rp 7,4 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular