Risiko Besar Gegara Isu Perang Intai RI, Apa Antisipasinya?

Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
16 February 2022 12:00
Foto : REUTERS/Lucas Jackson/
Foto: REUTERS/Lucas Jackson/

Jakarta, CNBC Indonesia - Meski Presiden Rusia Vladimir Putin mengonfirmasi bahwa Kementerian Pertahanan Rusia telah menarik tentara dan sarana prasarana pendukung dari perbatasan Ukraina dan menegaskan tidak menginginkan perang, namun isu Perang Dunia III ini belum juga sepenuhnya berakhir.

Terlebih, Presiden Amerika Serikat Joe Biden juga mengungkapkan bahwa invasi Rusia ke Ukraina masih "sangat mungkin" terjadi.

Menurut dia, meskipun ada klaim dari Rusia bahwa ada penarikan tentara di perbatasan Ukraina, AS dan NATO belum memverifikasi hal tersebut.

"Para analis menunjukkan bahwa mereka tetap berada dalam posisi yang sangat mengancam. AS bersiap atas apapun yang terjadi," kata Biden seperti dilansir AFP, Rabu (16/2/2022).

Kondisi geopolitik dunia yang masih tak menentu ini tentunya belum membuat ancaman risiko global, termasuk Indonesia, sepenuhnya menghilang. Indonesia sebagai negara net importir minyak dan Liquefied Petroleum Gas (LPG) bakal berisiko besar bila Perang Dunia III ini benar terjadi.

Pasalnya, isu perang ini akan sangat berpengaruh terhadap pergerakan harga minyak dunia. Meskipun kini harga minyak mulai menurun dibandingkan kemarin akibat kabar pasukan tentara Rusia sudah ditarik dari perbatasan Ukraina, namun harga komoditas ini bisa saja melejit kembali bila isu perang ini masih terus mengemuka.

Mengutip Reuters, Rabu (16/02/2022), harga minyak pada pagi ini berada di kisaran US$ 93,19 per barel untuk jenis Brent pada pukul 02:53 GMT (atau sekitar 09:53 WIB), turun 3,3% dari kemarin. Sementara untuk jenis West Texas Intermediate (WTI) berada pada level US$ 92,13 per barel, turun 3,6% dari penutupan perdagangan Selasa.

Pengamat perminyakan yang juga mantan Gubernur Indonesia untuk Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) Widhyawan Prawiraatmadja mengatakan, panasnya situasi geopolitik di negeri Barat ini, terutama kencangnya kabar invasi Rusia ke Ukraina ini sudah tentu berdampak tidak bagus bagi Indonesia.

Menurutnya, ini akan berdampak pada kian melesatnya harga minyak dunia dan Indonesia sebagai negara net importir minyak akan mengalami lonjakan biaya pengadaan minyak.

"Hal ini secara berantai akan berpengaruh ke lokasi lain (domino effect). Ujung-ujungnya harga menjadi tinggi, dan biaya pengadaan minyak kita akan semakin besar. Jika harga domestik disesuaikan ada ancaman inflasi, jika tidak disesuaikan subsidi akan melonjak. Dampaknya bagi Indonesia jelas tidak bagus, jadi sebaiknya kita berdoa jangan sampai perang ini terjadi," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (15/02/2022).

Lantas, bagaimana antisipasi dari Indonesia, salah satunya dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor minyak dan gas bumi (migas) di Tanah Air, yakni PT Pertamina (Persero) untuk mengamankan pasokan minyak dan gas dalam negeri?

Fajriyah Usman, VP Corporate Communications Pertamina, mengatakan bahwa Pertamina terus memonitor kondisi global yang terkait dengan energi, termasuk dampak dari isu Rusia.

Saat ini menurutnya Pertamina memiliki sumber pasokan minyak mentah (crude), produk minyak, dan LPG bervariasi, baik dari dalam negeri maupun dari banyak negara lainnya, sehingga memiliki fleksibilitas suplai.

"Mekanisme pengadaan berbasis long term, serta penyesuaian dengan short term, baik untuk minyak mentah maupun produk (BBM dan LPG) dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan dengan perencanaan yang matang," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (16/02/2022).

Dia menjelaskan, sebagian minyak mentah kebutuhan dalam negeri disuplai melalui portfolio Pertamina yaitu Subholding Upstream, dan juga produksi dalam negeri.

"Pertamina juga konsisten mempertahankan kinerja operasional hulu sampai hilir sekaligus berupaya meningkatkan ketahanan energi nasional, sehingga dapat menjaga stabilitas suplai untuk kebutuhan konsumsi nasional dan mengantisipasi dinamika market global," jelasnya.

Dia mengatakan, stok BBM perseroan saat ini bervariasi, minimal memang sekitar 21 hari. Namun, untuk beberapa jenis bahan bakar menurutnya ada yang stoknya sampai 40 hari, salah satunya avtur.

Berdasarkan data Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), total ketahanan stok BBM PT Pertamina (Persero) misalnya, baik untuk bensin Premium (RON 88), Pertalite (RON 90), Pertamax (RON 92), dan diesel atau Biosolar, yang tersimpan pada semua fasilitas penyimpanan BBM adalah sebesar 21,27 hari.

Data ketahanan stok tersebut berdasarkan laporan harian periode 7-13 Februari 2022.

Berikut rincian kondisi stok BBM Pertamina, berdasarkan laporan periode tersebut:

1. Rata-rata ketahanan stok untuk jenis BBM (Premium, Pertalite, Pertamax dan Biosolar) pada fasilitas penyimpanan BBM di Terminal BBM (TBBM)/Depot BBM adalah sebesar 11,96 hari.
2. Rata-rata ketahanan stok untuk jenis BBM (Premium, Pertalite, Pertamax dan Biosolar) pada fasilitas kilang (refinery) adalah sebesar 1,56 hari.
3. Rata-rata ketahanan stok untuk jenis BBM (Premium, Pertalite, Pertamax dan Biosolar) pada fasilitas intransit (shipping) adalah sebesar 7,17 hari.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Putin Percaya Perang Dunia 3 Sedang Berlangsung, Ini Tandanya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular