Perajin membuat tempe di industri rumahan skala kecil di Jalan Wahid, Ciputat, Tangerang Selatan, Selasa, (15/2/2022). Lonjakan harga kedelai global berdampal bagi industri tempe dan tahu di dalam negeri, yang didominasi skala rumah tangga.(CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Kenaikan biaya bahan baku utama itu dilaporkan jadi penyebab berhentinya produksi sejumlah industri rumahan tempe dan tahu. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu (Gakoptindo) Aip Syarifuddin mengumumkan mogok produksi pada 21 Februari hingga 23 Februari 2022. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Aksi mogok ini lantaran harga kedelai naik dari Rp9 ribu menjadi Rp11 ribu per Kg pada Desember 2021 dan Januari 2022. Lonjakan harga itu meningkatkan biaya produksi tahu-tempe di Indonesia. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Jambul salah satu perajin tempe di Ciputat mengatakan, "Saya membeli bahan kacang kedelai satu kwintal Rp 1.130.000 dan itu bisa naik lagi sampai Rp 1.400.000," katanya (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Meskipun ada kenaikan harga kedelai, tempe yang ia jual tetap dengan harga yang sama "Bahan sudah naik tapi saya jual dengan harga masih sama". tambah Jambul. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Menurut Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe dan Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin mengatakan 20% atau mencapai 30 ribu perajin tahu dan tempe berhenti berproduksi.
Menurut Aip, perajin tempe tersebut adalah industri rumahan skala kecil yang memproduksi 10 - 20 kg kedelai per hari. Mereka sangat kesulitan dengan fluktuasi harga. Sementara, untuk produsen yang menggunakan kedelai 50 - 100 kg per hari masih bisa bertahan, meski beberapa diantaranya harus mengecilkan ukuran hasil produksi.