
Ini Daftar Negara Terkaya Dunia pada Era Pandemi, RI di Mana?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi tak banyak mempengaruhi nasib negara kaya, di mana negara dengan nilai ekonomi per kapita terbesar dunia tak berubah karena pukulan pandemi yang merata di penjuru dunia. Berikut ini daftar 20 negara terkaya berdasarkan data resmi terbaru.
Menurut data Bank Dunia, nilai Produk Domestik Bruto (PDB) global per 2020 mencapai US$ 84,68 triliun atau setara dengan Rp 1.214,71 kuadriliun. PDB merupakan indikator nilai ekonomi sebuah wilayah, yang berisi gabungan dari barang dan jasa yang diproduksi di wilayah tersebut.
Semakin tinggi rerata PDB/populasi di sebuah negara, maka diasumsikan semakin sejahtera juga negara tersebut. Untuk membandingkan nilai kekayaan warga antara negara, digunakan metrik perhitungan bernama Purchasing Power Parity (PPP).
PPP dijalankan dengan menempatkan sekelompok barang dan kemudian membandingkan berapa dana yang diperlukan warga di setiap negara (berdasarkan kurs masing-masing) untuk membeli produk tersebut.
Semakin tinggi nilai PDB/kapita dalam perhitungan metrik PPP, maka diasumsikan semakin sejahtera pula warga di negara tersebut, karena kekayaannya berujung pada daya beli lebih unggul ketimbang negara lain.
Ketika pandemi menyerang, semua negara pun mengalai tekanan ekonomi akibat kebijakan pembatasan sosial (lockdown) dalam berbagai skala yang harus dijalankan untuk mengendalikan penyebaran virus.
Efek pandemi terlihat dari surutnya nilai PDB/kapita di negara-negara yang berada di posisi puncak rerata PDB (dengan memasukkan faktor perhitungan PPP). Jika dibagi dengan seluruh populasi, PDB dunia bernilai US$ 17.082,8/kapita, turun dari posisi 2019 (US$ 17.598,4).
Luksemburg masih memimpin sebagai negara terkaya dengan PDB US$ 118.503,6 per kapita. Angka ini turun dibandingkan dengan tahun 2019 sebelum pandemi menyerang sebesar US$ 119.415,5/kapita.
Selanjutnya, Singapura menyusul dengan nilai PDB/kapita yang juga susut menjadi US$ 98.483,3, dari setahun sebelumnya US$ 102.573,4/kapitas.
Irlandia, Brunei Darussalam, Denmark, dan Australia menjadi empat negara yang sukses mendongkrak rerata PDB/kapiita mereka yang menunjukkan kecilnya efek pandemi terhadap perekonomian keempat negara tersebut.
Irlandia memimpin dengan laju kenaikan PDB/kapita sebesar 6%, diikuti Brunei (1,33%), Denmark (1,09%), dan Australia (0,7%), masing-masing menjadi US$ 95.237,2, US$ 65.588,3, US$ 60.551,6 dan US$ 52.397,39.
Jika mengacu pada data tersebut, terlihat bahwa mayoritas nilai PDB berasal dari negara maju sebagai kontributor utama produksi barang dan jasa di seluruh dunia. Demikian juga dengan nilai kekayaan yang tercipta dari aktivitas tersebut.
Hanya empat negara non-anglo saxon yang masuk ke daftar 20 besar negara terkaya dunia tersebut, yakni Singapura, Qatar, Brunei Darussalam, dan Kuwait. China bahkan hanya di urutan ke-24 jika memasukkan PDB wilayah administratif di bawahnya yakni Macau dan Hong Kong.
Lalu di mana posisi Indonesia? Jika mengacu pada data Bank Dunia tersebut, kita berada di posisi 97 dengan nilai PDB/kapita sebesar US$ 12.068,24 pada 2020, turun 1,975% dari angka 2019 senilai US$ 12.311,5/kapita.
Jika dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya, Indonesia kalah dari Singapura dan Brunei Darussalam yang masuk di daftar 10 negara terkaya, Malaysia-yang sukses berada di urutan 51, dengan nilai PDB US$ 27.913,29/kapita, dan Thailand (di urutan 67).
Faktor populasi menjadi penyebabnya. Secara absolut, total nilai PDB mereka jauh lebih kecil dari Indonesia yakni hanya US$ 501,8 miliar (Thailand), US$ 340 miliar (Singapura), US$ 336,7 miliar (Malaysia), dan US$12 miliar (Brunei). Bandingkan dengan nilai PDB kita yang pada periode sama (2020) mencapai US$ 1.058 triliun.
Hanya saja, karena populasi Indonesia sangat besar, maka nilai PDB yang jumbo itupun terpecah menjadi tipis karena faktor pembaginya yang sangat besar. Populasi Indonesia pada periode sama mencapai 237,5 orang, sementara Thailand, Malaysia, Singapura hanya 69,8 juta, 32,37 juta dan 5,69 juta.
Secara teroritis, semakin tinggi angka kematian akibat pandemi Covid-19 membantu menurunkan laju penambahan penduduk di setiap negara dan mengurangi pembagi dalam perhitungan PPP antar negara.
Namun hal itu tentu saja tidak etis untuk dianggap sebagai sebuah capaian atau dijadikan bahan komparasi rerata nilai kekayaan setiap warga antar negara. Demikian juga jika kita berbicara mengenai pemerataan ekonomi.
Perhitungan PDB per kapita (berdasarkan PPP) tidak otomatis berbanding lurus dengan pemerataan dan kesejahteraan masyarakatnya. Semakin tinggi rerata PDB/kapita, bukan berarti kesenjangan dan penguasaan aset di sebuah negara semakin baik.
Mengenai hal tersebut ada ukuran perhitungan lainnya yakni rasio gini, yang mengukur kesenjangan pendapatan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article OECD Ikut Pangkas Proyeksi Ekonomi Dunia 2022 Menjadi 3%