
Siap-siap, Tarif Royalti Batu Bara Bakal Naik!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah kabarnya dalam waktu dekat akan mengubah ketentuan royalti bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan juga Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Saat ini pemerintah dan pelaku usaha tengah membahas mengenai angka yang pas atas perubahan royalti batu bara tersebut.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia membenarkan bahwa saat ini pemerintah sedang membahas mengenai perubahan royalti untuk perusahaan pertambangan batu bara.
"Pemerintah sedang menggodok bahwa tarif royalti IUP pun akan dinaikkan yang saat ini 3, 5 7%. Dan tadi saya katakan IUPK akan dinaikkan dalam waktu dekat yang saat ini 13,5%, jadi luar biasa tingginya royalti kita," ungkap Hendra kepada CNBC Indonesia, Jumat (11/2/2022).
Sebelumnya memang, berdasarkan dokumen yang diterima oleh CNBC Indonesia, tercatat bahwa pemerintah mengusulkan agar tarif royalti ekspor batu bara dan domestik dikenakan secara progresif. Hal ini untuk meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor batu bara saat harga sedang mengalami kenaikan.
Tarif royalti progresif itu berdasarkan tingkat harga batu bara. Misalnya, harga batu bara mencapai US$ 70 per ton ke bawah, maka royalti yang akan dikenakan mencapai 14%. Jika harga batu bara US$ 70 - US$ 80, royalti mencapai 16%. Kemudian harga batu bara US$ 80 - US$ 90 per ton royaltinya 19%, dan harga batu bara US$ 90 - US$ 100 royaltinya mencapai 22%. Adapun jika harga batu bara di atas US$ 100 maka royalti yang dikenakan mencapai 24%.
Seperti yang diketahui, saat ini penerapan royalti batu bara dikenakan secara patokan. Berapapun harga batu bara acuan royalti hanya dikenakan 13,5% - 14%.
Hendra berharap pelaku usaha tetap dilibatkan mengenai pembahasan perubahan royalti ini. "Kita memang setuju tarif royalti khususnya IUPK (perusahaan tambang atas perubahan kontrak) dinaikkan. Namun besarannya ini yang akan kita diskusikan dengan pemerintah, cari formula yang tepat sehingga negara tidak dirugikan dan pengusaha tidak dirugikan," ungkap Hendra.
Sementara itu, Ekonom Senior Faisal Basri meminta, supaya royalti dari batu bara itu 100% diberikan kepada daerah. Bukan bagi hasil antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
"Pemerintah dapat dari mana? Pemerintah sudah dapat banyak sekali dari PPh badan, PPN, sehingga untuk keadilan 100% harus diserahkan kepada daerah," ungkap Faisal Basri kepada CNBC Indonesia.
Sayangnya ketika ditanya perihal kenaikan royalti batu bara ini, pihak dari Kementerian ESDM belum merespon pertanyaan dari CNBC Indonesia. Sehingga belum bisa diketahui kapan kenaikan royalti ini akan diterapkan.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 40% Perusahaan Batu Bara Belum Disetujui Rencana Kerjanya, Kok Bisa?