Internasional

Cerita Jepang, Kala Warga Ogah Pakai Bansos buat Foya-foya

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
08 February 2022 16:05
Bendera Jepang Terlihat di Atas Bank of Japan di Tokyo, Jepang pada 21 September 2016 (REUTERS/Toru Hanai)
Foto: Bendera Jepang Terlihat di Atas Bank of Japan di Tokyo, Jepang pada 21 September 2016 (REUTERS/Toru Hanai)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Jepang was-was. Mereka khawatir bantuan sosial (bansos) yang diberikan ke warga tidak akan dibelanjakan.

Daripada berfoya-foya, warga kemungkinan menggunakan uang tersebut untuk membayar utang atau menabung. Hal ini setidaknya dilakukan seorang supir bus di ibu kota Tokyo bernama Keiki Nambu dan istrinya, Takako.

Keduanya sesungguhnya menerima bansos dengan jumlah lumayan mengingat keluarga itu memiliki sembilan anak. Namun diketahui keluarga Nambu malah membayar hipotek daripada pergi berbelanja.

"Jika gaji ayah (Keiki) tetap sama tetapi harga terus naik, yang bisa kami lakukan hanyalah memintanya melakukan yang terbaik. Bekerja sebanyak yang dia bisa," kata Takako (39), dikutip dari Reuters, Selasa (8/2/2022).

Keluarga Nambu menerima total sekitar US$ 8.700 (Rp 125 juta) dengan masing-masing anak mendapatkan US$ 870 (Rp 12,5 juta) dari stimulus kali ini. Ini merupakan pembayaran satu kali dari pemerintah.

Mereka awalnya tergoda menggunakan dana tersebut untuk berlibur semalam di sebuah hotel di kota mereka. Namun, pada akhirnya mereka memilih untuk berhemat dan hanya menghabiskan sekitar US$ 210 (Rp 3 juta) untuk makan sushi dan es krim.

Mereka berniat menggunakan sebagian uangnya untuk membeli tas sekolah dan pakaian olahraga untuk Keifu (6) yang akan mulai masuk sekolah dasar pada April mendatang. Ia sudah tidak bisa lagi mengenakan pakaian sekolah yang sudah dipakai oleh enam kakak laki-lakinya.

Takako sendiri mengatakan suaminya menghasilkan sekitar US$ 44.000 (Rp 632 juta) setahun, termasuk "bonus" diskresioner yang dibayarkan dua kali setahun oleh perusahaan Jepang tetapi dipotong selama pandemi. Pada akhirnya, uang stimulus hanya membantu menutupi kekurangan itu.

Usia anak-anak keluarga Nambu berkisar dari kurang dari satu tahun hingga 17 tahun. Mereka mengkonsumsi sekitar lima liter susu sehari.

Keiki juga memastikan anak-anak mandi cepat untuk menghemat tagihan air. Intinya, berhemat menjadi hal biasa bagi mereka.

Sebelumnya, pemerintah Perdana Menteri Fumio Kishida telah mengucurkan hampir US$ 17 miliar (Rp 244,5 triliun) dalam bentuk stimulus tunai kepada keluarga. Namun tidak seperti stimulus Amerika Serikat (AS) yang mengangkat tingkat belanja konsumen, rumah tangga Jepang cenderung lebih senang menyimpan uang atau membayar utang mereka.

Ini menyoroti masalah yang konsisten dalam ekonomi nomor tiga dunia itu. Di mana utang publik sudah lebih dari dua kali ukuran produk domestik bruto (PDB).

Gaya hidup frugal atau hemat sendiri sudah banyak diadopsi oleh warga Jepang. Ini membantu rumah tangga Jepang mengumpulkan aset sebesar US$ 17 triliun (Rp 244.622 triliun) selama bertahun-tahun, dengan lebih dari setengahnya disimpan dalam tabungan.

Namun di sisi lain hal ini menjadi beban tersendiri bagi pembuat kebijakan. Sebab mereka harus menaikkan angka konsumsi masyarakat dan meningkatkan ekonomi negara yang hampir mati.


(tfa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekonomi Pulih, PDB Jepang Q4-2021 Tumbuh 5,4% (YOY)

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular