Kasus Covid-19 Sudah 17.000, Perlu Kebijakan Baru Pak Jokowi!

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
03 February 2022 12:15
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menumpang kapal KMP Kaldera Toba saat menyeberang dari Pelabuhan Ambarita, Kabupaten Samosir, menuju Pelabuhan Ajibata, Kabupaten Toba.  (Biro Pers Sekretariat Presiden/Laily Rachev)
Foto: Presiden Joko Widodo (Jokowi) menumpang kapal KMP Kaldera Toba saat menyeberang dari Pelabuhan Ambarita, Kabupaten Samosir, menuju Pelabuhan Ajibata, Kabupaten Toba. (Biro Pers Sekretariat Presiden/Laily Rachev)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kasus Covid-19 di Indonesia terus mengalami kenaikan. Kemarin, berdasarkan catatan Satuan Tugas Penanganan Covid-19, ada tambahan 17.895 kasus baru.

Tambahan kasus per kemarin, Rabu (2/2/2022) jauh lebih tinggi dibandingkan pada Selasa (1/2/2022) yang tercatat 16.021. Dengan demikian, total kasus konfirmasi mencapai 4.387.286.

Eskalasi peningkatan kasus tak lepas dari sebaran varian Omicron yang kian meluas. Sejak varian yang pertama kali ditemukan di Afrika Selatan itu ditemukan dan menyebar ke sejumlah negara, terjadi peningkatan kasus secara masif.

DKI Jakarta menjadi salah satu provinsi yang memiliki jumlah kasus Omicron tertinggi dibandingkan wilayah lain. Data Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencatat, ada 3.027 orang di Jakarta yang terjangkit Omicron.

Lantas, apakah Indonesia sudah masuk pada gelombang ketiga Covid-19?

"Tidak ada definisi baku tentang kapan mulai gelombang. Yang jelas, kasus kita pernah hanya 100-an, dan sekarang 17 ribu," kata eks Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Tjandra Yoga Aditama kepada CNBC Indonesia, Kamis (3/2/2022).

Tjandra mengemukakan kasus harian telah melonjak cukup signifikan. Padahal pada awal tahun ini kasus bergerak di angka 214 orang, dan pada 13 Desember 2021 lalu hanya 106 orang.

"Jadi tindakan sekarang jelas harus berbeda dengan tindakan yang sudah dijalankan pada 2 Januari dan 13 Desember 2021. Tidak bisa sama saja," kata Tjandra.

Tjandra mengatakan perlu ada kebijakan baru dan berbeda merespons lonjakan kasus. Mulai dari levelisasi penerapan PPKM, pengetatan aturan pada situasi tertentu, atau modifikasi penerapan aturan.

"Dapat juga pengetatan mulai dari daerah merah di battlefield peningkatan kasus, lalu dilebarkan bertahap. Yang jelas, kini memang perlu diterapkan yang berbeda dan lebih kuat dari waktu ke waktu," tegasnya.

Tjandra lantas menyoroti klasifikasi level PPKM suatu daerah. Menurutnya, perlu ada evaluasi menyeluruh mengenai kriteria suatu daerah menetapkan level PPKM.

"Misalnya, angka BOR kan tergantung dari berapa tempat tidur yang disediakan. Kalau alokasinya di tambah, maka BOR akan turun. Jadi BOR harus dibaca dengan hati-hati. Juga selain angka mutlak kasus dan kematian misalnya, maka perlu dinilai ketajaman kenaikan tren yang ada," tegasnya.

"Pertimbangan epidemiologik kenaikan dan penurunan di beberapa negara yang dapat jadi pegangan tentang berapa lama levelisasi PPKM akan dilakukan," jelasnya.

Khusus pembelajaran tatap muka, Tjandra meminta pemerintah untuk kembali melakukan evaluasi sesuai surat lima organisasi profesi dokter spesialis, serta pertimbangan kenaikan kasus secara umum.

"Lalu kejadian Covid pada anak di beberapa negara, kemungkinan MIS-C dan long Covid," katanya.


(cha/cha)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sengatan Nyata Omicron: Kasus Covid-19 DKI Melonjak!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular