Terkuak Misteri Pertemuan Jokowi & Jajaran Sultan Kalimantan

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada awal pekan ini tiba-tiba menggelar pertemuan dengan tokoh masyarakat dan adat di sekitar wilayah Kalimantan Timur, Senin (1/2/2022). Pertemuan berlangsung di sela agenda kunjungan kerja Jokowi ke Kalimantan Timur.
Beberapa tokoh yang ditemui Jokowi antara lain Sultan Sutai Kartanegara Muhammad Arifin, Sultan Paser Muhammad Jarnawi, hingga Kepala Adat Dayak Kenya Ajang Tedung.
Pertemuan ini digelar Jokowi setelah sebelumnya Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor mengakui bahwa ada beberapa oknum yang mengaku keturunan kesultanan Kutai yang mengklaim bidang tanah di daerah lokasi ibu kota baru.
Dalam pertemuan itu, para tokoh masyarakat dan adat mendukung penuh rencana pemerintah membangun Ibu Kota Negara di Kalimantan Timur yang akan segera dibangun.
"Kami atas nama Sultan Kutai Kartanegara mendukung penuh 100% diadakannya pembangunan ibu kota negara saat ini," kata Arifin, dalam keterangan tertulis, seperti dikutip Rabu (2/2/2022).
![]() Presiden Joko Widodo menggelar pertemuan dengan sejumlah tokoh masyarakat dan adat Kalimantan Timur di Bandar Udara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur, pada Senin, (31/1/2022). (Dok: Biro Pers Sekretariat Presiden) |
Deputi Bidang Pemantauan Evaluasi dan Pengendalian Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Taufik Hanafi mengatakan pertemuan antara Jokowi dan tokoh adat membahas beberapa hal.
"Tentu ada masukan yang sangat berharga, mulai dari pentingnya memperhatikan kearifan lokal, penguatan SDM, dan juga yang tidak kalah pentingnya aspek budaya dalam pengembangan IKN," kata Taufik.
Sebagai informasi, Kesultanan Kutai memang pernah eksis pada zaman kolonial Belanda, sebelum akhirnya berubah menjadi Kabupaten Kutai pada 21 Januari 1960 lalu.
Namun bukan berarti orang-orang di Kesultanan ini tidak pernah berperang melawan bangsa asing.
Saudagar Inggris Raya bernama James Erskin Murray yang mencoba cari kejayaan di Kutai pernah diperangi orang Kutai pada 1844 di Tenggarong, ketika kesultanan ini dipimpin Sultan Salahuddin.
"Ketika Sultan Salahuddin meninggal pada tahun 1845, Sultan Sulaiman (Aji Biduk) masih terlalu muda untuk memerintah sehingga ia dibantu oleh tiga menteri," tulis Burhan Djabier Magenda dalam East Kalimantan: The Decline of a Commercial Aristocracy (2010:30).
Sultan Sulaiman baru berkuasa di Kutai tanpa perwalian sejak 1863. Di tahun itu, ia terlibat perjanjian dengan Belanda untuk turut serta membantu Belanda dalam perang: menyediakan tenaga manusia, bubuk mesiu, dan kapal.
Di masa pemerintahan Sultan Sulaiman itu di Kalimantan Selatan bergolak perlawanan Pangeran Antasari dan pengikutnya, dalam Perang Banjar (1859-1905).
![]() Sebagian lahan ibu kota baru di kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam. (CNBC Indonesia/Chandra Gian Asmara) |
Pangeran Perbatasari salah satu sekutu Antasari melakukan perjalanan ke kawasan yang kini termasuk Provinsi Kalimantan Timur.
Perjalanannya ke arah utara itu untuk meminta bantuan dari Sultan Pasir dan Sultan Kutai. Pangeran Perbatasari tak bertemu Sultan Pasir, namun kemalangan menimpa perjuangannya di Kutai pada April 1885.
"Perbatasari dan orang-orangnya dengan mudah tetapi 'secara khianat' ditangkap atas perintah Sultan Kutai dan kemudian mereka diserahkan kepada Asisten Residen Tromp," tulis Helius Sjamsuddin dalam Helius Sjamsuddin dalam Pegustian dan Temenggung (2001:328). Perbatasari kemudian dibuang ke Tondano.
Sultan Sulaiman sangat berjasa dalam membuka pertambangan di Kalimantan Timur. Menurut Magenda (2010:24), pada 1888 Sultan Kutai konsesi tambang batubara kepada Steenkolen Maatschappij Oost Borneo (SMO) dan Oost Borneo Maatschappij (OBM).
Sultan Sulaiman juga mengizinkan Menten mengeksplorasi minyak di Sanga-sanga dan Balikpapan. Magenda (2010:71) menyebut sultan punya beberapa perusahaan, sebelum akhirnya diambil alih Belanda. Sultan Sulaiman diyakini punya pendapatan bulanan sebesar 60.000 Gulden.
Setelah Sultan Sulaiman tutup usia, sultan Kutai yang terkenal adalah Sultan Parikesit. Dia pernah menjadi raja kaya sebelum 1940. Di masa revolusi kemerdekaan Indonesia, banyak pejuang RI di sekitar Kutai dapat senjata dari tentara Australia dan tentara Jepang.
"Akan tetapi kemudian oleh Sri Sultan Kutai Parikesit diperintahkan agar supaya senjata tersebut diserahkan kepada pembesar-pembesar Belanda," tulis Hassan Basry dalam Kisah Gerilya Kalimantan dalam Revolusi Indonesia 1945-1949 (1961:64).
Ooi Keat Gin dalam Post-War Borneo, 1945-1950: Nationalism, Empire and State-Building (2013:133) menyebutkan bahwa Sultan Parikesit tidak secara terbuka menunjukkan dukungannya kepada Republik Indonesia.
Parikesit sebagai Sultan Kutai kemudian terlibat dalam Dewan Federal Kalimantan Timur yang disponsori Belanda. Setelah 1950, Kalimatan Timur pun menjadi bagian Republik Indonesia, termasuk Kutai di dalamnya. Mula-mula Kutai menjadi daerah swapraja dengan Sultan Parikesit sebagai kepala swapraja. Setelah daerah swapraja dihapus Sultan Kutai jadi orang biasa dan kondisi ekonominya hancur.
[Gambas:Video CNBC]
Saat Rombongan Sultan Kalimantan Temui Jokowi, Ada Apa?
(cha/cha)