Kelapa Gading, 1 Lagi Kawasan Elite Dulunya 'Jin Buang Anak'
Jakarta, CNBC Indonesia - Kelapa Gading hari ini adalah kawasan perumahan mewah atau elite dan perbelanjaan ramai di Jakarta Utara. Seperti tempat lain yang ramai setelah 1960-an, kawasan ini dulunya adalah daerah pinggiran kota Jakarta.
Chairman PT Summarecon Agung Tbk Soetjipto Nagaria beberapa tahun lalu pernah blak-blakan dahulu kawasan ini hanyalah rawa-rawa yang diistilahkan sebagai tempat 'jin buang anak'.
Kelapa Gading memang dulu adalah daerah rawa-rawa di Jakarta Utara. Daerah yang tidak begitu jauh dari Pelabuhan Tanjung Priok ini, awalnya tidak diproyeksikan sebagai pemukiman.
Kelapa Gading, seperti dicatat Arifin Pasaribu dalam Hotel Indonesia: Gagasan Bung Karno, Cagar Budaya Bangsa, Dibangun dengan Dana Perampasan Perang Jepang (2014:161) menyebut bahwa hingga tahun 1974 daerah Kelapa Gading masih berupa rawa-rawa dan resapan air. Hal ini sebelum Mayor Jenderal KKO Ali Sadikin menjadi Gubernur DKI Jakarta kala itu.
Rawa-rawa Kelapa Gading, di masa lalu malah hendak dijadikan salah satu daerah pinggiran Jakarta bakal dijadikan lahan pertanian. Itu adalah rencana pemerintah era Soeharto.
Buku Pelita I Jakarta Utara, 1 April 1969-31 Maret 1974 (1974) menyebut daerah pertanian tersebut tersebar di-kelurahan pinggiran seperti Semper, Cilincing, Tugu, Kelapa Gading. Pegangsaan, Sunter dan Petukangan.
Rencana itu lalu tinggal rencana seiring berkembangnya DKI Jakarta yang meleset dari rencana. Di tahun 1975, muncullah Summarecon Agung. Suatu perusahaan yang didirikan oleh Liong Sie Tjien alias Soetjipto Nagaria. Seorang insinyur kimia lulusan ITB yang sempat bisnis cat.
Perusahaan real estate kemudian membuat Kelapa Gading, yang semula hendak jadi kawasan persawahan yang menyangga ibukota, jadi berubah. Masuknya modal asing tentu dibarengi juga dengan masuknya orang-orang asing. Diantara orang asing itu memerlukan hunian layak seperti di negara-negara asal mereka.
"Saya merasa tahun 1974 inilah permintaan rumah para ekspatriat ini mencapai masa keemasannya, sejak saat itu saya memikirkan untuk menyewakan atau menjual rumah," aku Soetjipto Nagaria, seperti dikutip Hermawan Kertajaya dkk dalam Creating land of golden opportunity: 30 tahun perjalanan Summarecon dari rawa-rawa menjadi kota penuh warna (2005:8).
Perumahan yang teramat besar biasanya akan melahirkan fasilitas hidup lainnya. Tidak heran jika di bekas daerah yang dikembangkan sebagai perumahan kemudian terdapat mal, rumah sakit, tempat kuliner, sekolah dan lainnya. Hal itu terjadi pada Kelapa Gading.
Kawasan seluas 500 hektar itu, menurut Hermawan Kertajaya dalam KOMPAS 100 Coporate Marketing Cases (2013:222), yang semula hanya dianggap sawah dan rawa itu akhirnya menjadi 30 ribu rumah dan 2 ribu ruko.
Kota satelit Kelapa Gading ini pun dijadikan bukti kesuksesan Summarecon, setelahnya Summarecon menjadi besar. Setelah lebih dari tiga dekade, Kelapa Gading menjadi menjadi hunian yang cukup penting di Jakarta Utara.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pmt/pmt)