RI Punya Harta Karun yang Kuasai 52% Cadangan Dunia, Apa Itu?

Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
01 February 2022 06:40
Trucks load raw nickel near Sorowako, Indonesia's Sulawesi island, January 8, 2014. REUTERS/Yusuf Ahmad
Foto: REUTERS/Yusuf Ahmad

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia memiliki beragam sumber 'harta karun' energi, termasuk di sektor tambang. Tak tanggung-tanggung, salah satu komoditas tambang yang dimiliki Indonesia bahkan tercatat sebagai jumlah cadangan terbesar di dunia.

'Harta karun' yang dimaksud di sini yaitu nikel. Berdasarkan data USGS pada Januari 2020 dan Badan Geologi 2019, mengutip dari Booklet Nikel yang dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2020, jumlah cadangan nikel RI tercatat mencapai 72 juta ton nikel (termasuk nikel limonite/ kadar rendah). Jumlah ini mencapai 52% dari total cadangan nikel dunia sebesar 139.419.000 ton nikel.

"Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, artinya Indonesia berperan penting dalam penyediaan bahan baku nikel dunia," ungkap Booklet Nikel Kementerian ESDM 2020 tersebut, dikutip Senin (31/01/2022).

Menyusul Indonesia, ada Australia dengan cadangan nikel mencapai 15%, lalu Brazil 8%, Rusia 5%, dan gabungan sejumlah negara lainnya seperti Filiphina, China, Kanada, dan lainnya 20%.

Terkait kandungan bijih nikel disebutkan bahwa Indonesia memiliki sumber daya bijih nikel mencapai 11,7 miliar ton dan cadangan 4,5 miliar ton, termasuk nikel kadar rendah (limonite nickel) dan nikel kadar tinggi (saprolite nickel).

Adapun umur cadangan bijih nikel Indonesia disebutkan bisa mencapai 73 tahun, untuk jenis bijih nikel kadar rendah di bawah 1,5% (limonite nickel). Asumsi umur cadangan tersebut berasal dari jumlah cadangan bijih nikel limonit mencapai 1,7 miliar ton dan kebutuhan kapasitas pengolahan (smelter) di dalam negeri sebesar 24 juta ton per tahun.

Pengolahan bijih nikel kadar rendah ini biasanya menggunakan teknologi hydrometalurgi menjadi berupa Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dan nickel hydroxide (NiOH).

Adapun produk MHP dan NiOH ini bisa diolah lagi menjadi bahan baku komponen baterai kendaraan listrik maupun pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

Sementara untuk bijih nikel kadar tinggi di atas 1,5% (saprolite nickel), umur cadangan disebutkan hanya cukup untuk sekitar 27 tahun ke depan. Hitungan ini dengan asumsi jumlah bijih saprolit sebesar 2,6 miliar ton dan kapasitas kebutuhan bijih untuk smelter dalam negeri mencapai 95,5 juta ton per tahun.

"Bijih nikel kadar tinggi biasanya menggunakan teknologi pyrometalurgi yang bisa menghasilkan produk nickel matte, Nickel Pig Iron (NPI), dan feronikel (FeNi)," tulis keterangan Booklet Nikel tersebut.

Lantas, berapa besar produksinya?

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM, produksi logam feronikel masih menjadi terbesar di antara produk olahan logam nikel lainnya.

Produksi feronikel RI pada 2021 tercatat mencapai 1,58 juta ton, naik dari produksi di 2020 sebesar 1,46 juta ton. Sementara produksi NPI pada 2021 tercatat sebesar 799,6 ribu ton, turun dari produksi 2020 sebesar 860,5 ribu ton. Begitu juga dengan nickel matte, produksi pada 2021 turun menjadi 82,3 ribu ton dari 91,7 ribu ton pada 2020.

"Penurunan produksi nickel pig iron dan nickel matte disebabkan furnace rebuild di PT Vale dan pembatasan jam operasional pada smelter lain karena pandemi Covid-19," bunyi keterangan Ditjen Minerba yang dipaparkan pada Kamis (20/01/2022).


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Fantastis! Permintaan Bijih Nikel Bakal Tembus 250 Juta Ton

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular