Sudah Jelas! Wacana Skema BLU Batu Bara Harus Pakai UU
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui usulan mengenai skema Badan Layanan Umum (BLU) pungutan batu bara belum bisa dijalankan. Hal itu karena harus ada Undang-Undang (UU) khusus yang mengatur mengenai pungutan iuran kepada pengusaha batu bara.
Menurut Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaludin, tanpa UU yang mengatur hal tersebut maka pemerintah tak bisa memungut iuran pada tiap pengusaha batu bara.
Padahal, iuran dari pengusaha batu bara rencananya akan digunakan sebagai kompensasi bagi PT PLN (Persero) jika rencana perubahan skema suplai batu bara dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) melalui Badan Layanan Umum (BLU) jadi dilaksanakan.
"Ada usulan membuat harga beli (batu bara) dari PLN sama dengan harga pasar, namun selisih dari US$ 70 per ton dan harga pasar ditanggung bersama perusahaan dalam bentuk iuran. Saat ini kami laksanakan ketentuan yang ada. Dinamika ke depan kami ikuti dan kami beri masukan berdasarkan realita yang ada," kata Ridwan dalam sebuah acara yang disiarkan di YouTube, Kamis (27/1/2022).
Saat ini, PLN bisa membeli batu bara DMO dengan harga US$ 70 per ton dari pengusaha komoditas tersebut. Harga khusus diberikan untuk PLN sebagai perusahaan utama penyedia listrik di Indonesia, yang masih menggunakan batu bara sebagai tenaga pembangkitnya.
Ridwan berkata sudah mencoba berbicara dengan PLN mengenai mekanisme pembelian batu bara untuk DMO ke depannya. Akan tetapi, sampai kini belum ada kebijakan baru mengenai skema pembelian batu bara DMO yang diputuskan.
"Saya bicara secara terbuka dengan PLN, harga US$70 saja PLN bayarnya lama loh itu, apalagi PLN bayar harga US$150 misalnya, akan lebih lama lagi. Lantas apakah pengusaha mau? Kemudian dasar hukum memungut iuran, sepengetahuan kami untuk memungut iuran harus berdasarkan Undang-undang. Sekarang kami belum punya Undang-undang untuk memungut iuran dari pengusaha batu bara," katanya.
Perlunya dasar hukum pemungutan iuran ekspor terhadap perusahaan batu bara juga sempat disampaikan Komisi VII DPR RI. Anggota Komisi VII DPR Kardaya Warnika menjelaskan, pengutipan iuran kepada perusahaan batu bara tidak boleh lewat BLU, sebab BLU merupakan badan yang ada di bawah Kementerian/Lembaga.
Jika ingin mengutip iuran, pemerintah harus membuat Undang-Undang (UU) baru berkenaan dengan kutipan iuran tersebut. "Kami tidak setuju dengan harga pasar (belu batu bara) dan melalui BLU. Biasanya BLU nempel di Kementerian/Lembaga lalu di Universitas ada juga untuk mencari dana. Tapi itu bukan hal seperti ini." kata Kardaya.
Berdasarkan dokumen yang diterima CNBC Indonesia, apabila skema BLU dijalankan, nilai pungutan ekspor batu bara ini akan dihitung dengan cara:
1. Total volume DMO batu bara PLN dikalikan dengan harga pasar batu bara berdasarkan kalori yang biasa digunakan PLN 4.659 kcal/kg.
2. Total volume DMO batu bara PLN dikalikan dengan harga patokan atas DMO batu bara US$ 70 per ton.
3. Selisih kebutuhan yang harus dibantu melalui BLU tersebut, berarti perhitungan pada asumsi pembelian dengan harga pasar (no.1) dikurangi dengan pembelian menggunakan DMO (no.2).
4. Pungutan untuk perusahaan batu bara berasal dari selisih kebutuhan yang harus dibantu BLU (no.3) dibagi dengan jumlah produksi batu bara nasional dalam setahun, sehingga diperoleh lah besaran iuran ekspor per ton untuk setiap perusahaan batu bara.
Dengan kata lain, usulan skema pungutan batu bara ini untuk "dapat mensubsidi pembelian batu bara PLN di harga pasar."
(pgr/pgr)