Jeroan Lumpur Lapindo Diburu, Punya Bakrie atau Pemerintah?

Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
27 January 2022 07:55
Lapindo/Budi Sugiharto/Detikcom
Foto: Lapindo/Budi Sugiharto/Detikcom

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan indikasi adanya potensi 'harta karun' di lumpur Lapindo, Sidoarjo, Jawa Timur.

Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM mengatakan, berdasarkan hasil penyelidikan umum yang dilakukan sejak 2020, lumpur Lapindo terindikasi mengandung 'harta karun' mineral kritis hingga 'harta karun' super langka.

'Harta karun' yang dimaksud di sini yaitu mineral kritis (Critical Raw Material) dan logam tanah jarang atau rare earth element (RRE).

Namun demikian, lanjutnya, kandungan yang cukup tinggi di lumpur Lapindo ini yaitu mineral kritis berupa Lithium (Li) dan Stronsium (Sr). Sementara kadar logam tanah jarang masih sangat rendah.

Lithium merupakan salah satu mineral kritis yang bisa diolah menjadi bahan baku komponen teknologi masa depan, salah satunya baterai, baik baterai untuk kendaraan listrik maupun baterai untuk pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

"Terkait penyelidikan umum di lumpur Sidoarjo, yang kadarnya cukup tinggi adalah Lithium. Ini merupakan mineral kritis untuk energi bersih dan high tech ke depan. Dari sample yang kami dapatkan, logam tanah jarang dalam hal ini Celium ini cukup rendah," tuturnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (25/01/2022).

Karena terindikasi kadar Lithium dan Stronsium tinggi di lumpur Lapindo ini, maka saat ini pihaknya tengah melakukan uji ekstraksi untuk lithium. Pengujian pun dilakukan di laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batu Bara (Puslitbang Tekmira) Kementerian ESDM.

Lantas, bagaimana dengan status area lumpur Lapindo saat ini? Apakah masih menjadi milik Lapindo Brantas, Bakrie Group, atau sudah dialihkan ke pemerintah?

Perlu diketahui, sebelumnya area Lumpur Lapindo ini masuk ke dalam Wilayah Kerja (WK/ Blok) migas Brantas yang dikelola salah satunya oleh PT Minarak Brantas Gas.

Ananda Arthaneli, Corporate Secretary Minarak Group, mengatakan bahwa untuk tanah dan bangunan di area lumpur Lapindo tersebut yang merupakan bagian dalam Peta Area Terdampak (PAT) 2007 sudah dilakukan jual beli oleh PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) merupakan jaminan dalam rangka pinjaman Dana Antisipasi sesuai yang diatur Perpres 76 tahun 2015 dan diatur dalam Perjanjian Dana Antisipasi.

Dia pun menegaskan bahwa tanah lumpur Lapindo itu kini bukan lagi masuk ke dalam Blok migas Brantas. Seperti diketahui, pada 3 Agustus 2018 lalu Kementerian ESDM sendiri telah memberikan perpanjangan kontrak untuk blok migas atau WK Brantas, sehingga bisa beroperasi hingga tahun 2040.

"Saat ini kami masih berdiskusi dengan pemerintah terkait dengan settlement. Tanah Lumpur Sidoarjo tersebut saat ini bukan merupakan bagian dari Blok Brantas," tuturnya kepada CNBC Indonesia, Senin (24/01/2022).

"Kalau untuk tanah dan bangunan dalam PAT 22 Maret 2007 sudah dilakukan jual beli oleh PT MLJ adalah milik PT MLJ, namun merupakan jaminan dalam rangka pinjamam Dana Antisipasi. Sampai saat ini terkait settlement kami masih melakukan diskusi dan kordinasi dengan pihak pemerintah," paparnya.

Dia mengatakan, sejauh ini pihaknya masih melakukan kajian di internal atas adanya inidikasi mineral logam tanah jarang di lumpur Lapindo, Sidoarjo, Jawa Timur itu.

"Di mana kami juga melibatkan beberapa tim ahli. Jika sudah ada Hasil yang pasti akan kami beritahukan. Kami sangat berharap apapun itu semoga suatu hal yang dapat bermanfaat bagi kita semua," ucapnya.

Sayang dia belum menjelaskan detil, atas hasil kajian internal tersebut. Dia juga belum bisa menyebutkan, jika kelak memang ditemukan adanya 'harta karun' super langka itu, apakah akan diproduksi langsung oleh Minarak dan Lapindo Brantas serta PT Prakarsa Brantas.

"Untuk nanti diproduksi oleh siapa kami belum mempersiapkan itu. Namun pastinya kami akan kordinasi bersama pemerintah," ungkap dia.

Kepala Badan Geologi Eko Budi Lelono menjelaskan, dalam melakukan penelitian kandungan mineral di lumpur Lapindo ini, pihaknya berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait, baik di pemerintah pusat (Kementerian/Lembaga terkait) dan pemerintah daerah (Dinas ESDM dan unsur Pemda lainnya).

Dia pun menyebut, bila hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan mineral di dalam lumpur Lapindo ini bernilai ekonomis, maka seharusnya akan menjadi kewenangan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM untuk mengelolanya dan Ditjen Minerba berwenang untuk melelangnya.

"Karena ini komoditas mineral, maka menjadi kewenangan Ditjen Minerba untuk mengelolanya," saat ditanya bagaimana tindak lanjut ke depannya bila hasil penelitian ke depannya menunjukkan kandungan mineral di dalam lumpur Lapindo ini bernilai ekonomis.

Lalu, siapakah pemilik Minarak?

Berdasarkan laporan konsolidasi kuartal III Energi Mega Persada (ENRG), pada bagian transaksi dengan pihak-pihak berelasi diketahui bahwa Minarak Brantas Gas Inc. adalah perusahaan yang dahulu bernama Lapindo Brantas Inc.

"Perusahaan, melalui satu atau lebih perantara, adalah entitas sepengendali dengan PT Bumi Resources Tbk (BUMI), Minarak Brantas Gas Inc (MBG) (dahulu Lapindo Brantas, Inc.) dan Energi Timur Jauh Limited (ETJL)," tulis ENRG.

Artinya Minarak merupakan bagian dari Grup Bakrie sebagaimana dengan BUMI dan ENRG yang juga dikendalikan oleh grup tersebut. Meski demikian belum diketahui secara pasti siapa saja pemegang saham lain sekain Grup Bakrie.

Dalam laporan tersebut diketahui bahwa Minarak memiliki utang US$ 74,63 juta atau setara dengan Rp 1,07 triliun kepada ENRG. Pinjaman tersebut diberikan oleh kelompok usaha tanpa bunga dan tanpa jangka waktu pengembalian tetap.

Perlu diketahui, pusat atau titik semburan lumpur Sidoarjo yang terjadi sejak 29 Mei 2006 lalu terletak di Desa Siring, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur, berjarak sekitar 200 meter dari sumur pengeboran gas Banjar Panji - 1 milik PT Lapindo Brantas di Desa Renokenongo Kabupaten Sidoarjo.

Mengutip situs PPLS Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PUPR, bencana ini diperkirakan akan berlangsung cukup lama, mengingat sebagian dari para ahli geologi memperkirakan fenomena semburan akan berlangsung lebih dari 30 tahun, sementara bencana alam lain yang ada pada umumnya berlangsung pendek (banjir dalam hitungan hari/minggu, tsunami dalam hitungan jam, longsor/angin topan dalam hitungan menit, gempa bumi dalam hitungan detik).


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Fakta "Harta Karun" Lapindo: Mahal dari Emas & Diminati Asing

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular