CNBC Insight

Honorer PNS Dihapus Outsourcing, Zaman Belanda Ada PNS Magang

Petrik M, CNBC Indonesia
Jumat, 28/01/2022 13:10 WIB
Foto: Cover Insight/ PNS/ Edward Ricardo

Jakarta,CNBC Indonesia - Pemerintah berencana menghapus tenaga honorer yang ada di Kementerian/Lembaga (K/L). Diharapkan tahun 2023 tidak ada lagi pegawai honorer di K/L. Nantinya honorer ini akan diganti pihak ketiga dengan sebutan pekerja outsourcing.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo meminta kementerian, lembaga negara hingga pemerintah daerah tak lagi merekrut tenaga honorer.

"Rekrutmen tenaga honorer yang terus dilakukan tentu akan mengacaukan hitungan kebutuhan formasi ASN di instansi pemerintah," kata Tjahjo (25/1/2022). Kata Tjahjo sepanjang periode 2015 - 2014, pemerintah mengangkat 1.070.092 tenaga honorer menjadi ASN dan 775.884 ASN dari pelamar umum.


Sejak lama, dengan menjadi tenaga honorer di kantor pemerintahan dianggap menjadi jalan seseorang untuk diangkat menjadi ASN. Hal ini tak hanya dilakukan di zaman Indonesia saat ini, tapi sejak zaman kolonial.

Di zaman kolonial, ada semacam posisi pekerjaan bagi orang yang bekerja dengan status bukan pegawai negeri, mereka bukan disebut tenaga honorer melainkan disebut tenaga magang.

Kala itu, menjadi pegawai negeri kolonial dalam departemen dalam negeri kolonial alias Binnenlandsch Bestuur (BB) sudah jadi impian kelas menengah bumiputra golongan priyayi (bangsawan rendah).

Para orangtua golongan ini berharap anaknya untuk magang setelah lulus sekolah dasar. Dengan magang, yang kemudian disusul dengan pengangkatan sebagai pegawai negeri kolonial, maka garis kepriyayian seseorang bertahan.

"Sebelum pendirian sekolah kader pertama (atau OSVIA)-ada tiga buah sejak tahun 1900-satu-satunya cara untuk memasuki jenjang karier pegawai adalah dengan cara magang di tempat bupati atau wedono," tulis Denys Lombard dalam Nusa Jawa: Warisan kerajaan-kerajaan konsentris (2005:76). Magang biasanya dilakukan kantor wedana atau bupati.

"Seseorang magang dalam pemerintahan tidak mempunyai status resmi dan tidak digaji," tulis Selo Sumardjan dalam Perubahan Status Sosial di Yogyakarta (1991:101). Seorang magang kadang hidup dari belas kasihan orangtua mereka atau dari si pejabat tempatnya magang. Kondisi tentu berbeda dengan tenaga honorer kantor pemerintahan zaman sekarang yang menerima gaji.

Seorang magang, menurut Heather Sutherland dalam The Making of a Bureaucratic Elite: The Colonial Transformation of the Javanese Priyayi (1979:32) biasa dilakukan seorang (dari golongan) priyayi yang masih muda dan punya kedekatan dengan si pejabat.

"Seorang magang melakukan pekerjaan rumah tangga sampai tugas-tugas kantor yang berat sampai si pejabat mengamankan dengan dijadikan juru tulis," tulis Sutherland. Dengan jabatan juru tulis itu, si magang itu resmi sebagai pegawai negeri kolonial yang digaji dan itu adalah posisi terbawah dalam birokrasi kolonial.

Proses ini memakan waktu beberapa tahun. Sebelum diangkat menjadi juru tulis bahkan sebelum menjalani magang pada umumnya anak priyayi setidaknya sudah merasakan sekolah dasar, yakni sekolah dasar tujuh tahun berbahasa Belanda macam Europe Lager School (ELS).

Setelah menjadi juru tulis, jika kariernya bagus anak priyayi itu akan bisa menjadi mantri lalu asisten wedana atau bahkan wedana atau bupati. Menjadi seorang mantri atau asisten wedana (ndoro seten) dianggap karier yang baik bagi kebanyakan priyayi.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pmt/pmt)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Jumlah PNS Menyusut, Tersisa 3,5 Juta Pegawai