CNBC Insight

Sejak Zaman Belanda Pengusaha Paling Protes Bila 'Lockdown'

Petrik M, CNBC Indonesia
26 January 2022 12:55
Cover Insight, Flu Spanyol
Foto: Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Kalangan dunia usaha belakangan menolak ada pembatasan di tengah merebaknya varian Omicron di Jabodetabek saat ini. Tekanan pandemi selama dua tahun sudah menghancurkan kekuatan pengusaha menahan efek buruk adanya pandemi.

Apa yang menjadi saat ini tak jauh beda dengan kondisi lebih dari seabad lalu saat pandemi Flu Spanyol menghantam Hindia Belanda (kini Indonesia). Dunia usaha sempat memprotes kebijakan aturan pembatasan atau pengetatan saat itu.

Sebelum ke Hindia Belanda, Flu Spanyol merebak dulu di pesisir selatan Tiongkok, termasuk Hong Kong, yang merupakan daerah pelabuhan internasional. Jalur pelayaran kala itu menjadi jalur berkembangnya wabah Flu Spanyol.

"Flu Spanyol disebabkan oleh virus H1N1 yang diduga ditularkan oleh bebek ke manusia," kata kandidat doktor sejarah university of Melbourne Ravando lie kepada CNBC Indonesia (26/1/2022). Seperti COVID-19 disebabkan oleh virus SARS-CoV-2, Flu Spanyol juga menyasar paru-paru.

Apa yang terjadi di Tiongkok kemudian menjadi perhatian pejabat koloni Inggris di Singapura karena adanya mobilitas pelayaran antara Singapura dengan Tiongkok. Sehingga otoritas Inggris di Singapura memperingatkan warga Singapura mengenai wabah Flu Spanyol yang menjangkiti orang Tionghoa di Hong Kong pada Januari 1918.

"Pada bulan April 1918, setelah mela­kukan pengamatan secara cermat, konsul Belanda di Singapura memberikan peringat­an kepada Pemerintah Hindia Belanda di Batavia agar mencegah kapal­-kapal dari Hong Kong merapat di dermaga Batavia dan menurunkan penumpang di sana," tulis Priyanto Wibowo dkk dalam Yang Terlupakan: Sejarah Pandemi Influenza 1918 di Hindia Belanda (2009:94).

Peringatan itu kurang mendapat respons dari pemerintah kolonial Hindia Belanda..

"Banyak pejabat Belanda di Hindia tidak begitu memperdulikan adanya informasi tentang perkembangan penyakit itu," tulis Priyanto Wibowo dkk (2009:92).

Setelah abai pada bulan April, kemudian di Juli 1918, beberapa rumah sakit di Hindia Belanda menerima pasien flu tersebut. Bulan Agustus dan September 1918 jumlah pasiennya terus meningkat. Meski angkanya masih tergolong rendah. Tak hanya Jawa, Flu Spanyol kemudian mewabah sampai Kalimantan Selatan dan Bali,

Setelah parah, pemerintah kolonial segera bertindak. Burgerlijke Gezondheid Dienst (BGD) alias Dinas Kesehatan Masyarakat, dokter Willem Thomas Vogel (1863-1955) menjadi direkturnya. Dr Vogel, disebut Saki Murakami dalam Call Doctors pada buku Cars, Conduits, and Kampongs (2014:32), adalah dokter yang yakin bahwa obat pencegahan adalah fungsi utama.

BGD me­ngadakan penelitian laboratorium untuk mencari obat yang mampu Flu Spanyol tersebut. Kala itu, pil kina jadi obat sementara wabah tersebut. Laboratorium medis di Batavia, akhirnya menemukan ramuan tablet penyembuh influenza. Tablet yang mengandung 0,250 aspirin, 0,150 pulvis doveri dan 0,100 camphora itu mula-mula diproduksi hampir 100 ribu butir tablet.

Dr Vogel, yang meyakini ilmu dan praktik medis barat harus diperluas dan sangat khawatir dengan sanitasi rakyat kebanyakan di Hindia Belanda, kemudian menjadi bagian penting dari sebuah tim yang memberi masukan berupa rancangan ordonansi atau aturan kepada pemerintah kolonial tentang bagaimana menyikapi pandemi Flu Spanyol ini. Para pejabat kesehatan menerimanya.

Dr Vogel menyikapi mobilitas pelayaran. Prayitno Wibowo dkk mencatat: Vogel mengusulkan kepada Gubernur Jenderal Limburg Sitrum untuk mengeluarkan aturan yang bersifat pidana untuk menindak pelanggar peraturan karantina atau semacam 'lockdown' saat ini. Orang-­orang dari kapal, menurut Vogel, sebaiknya dilarang turun dari kapal karena berpotensi menulari pen­duduk. Nakhoda dituntut tanggungjawabnya soal awak kapal dan penumpang yang turun dari kapal itu.

Pendapat Vogel mendapat tentangan keras dari pimpinan perusahaan pelayaran Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM). "Direksi KPM berpendapat tidak mungkin nakhoda selalu mengawasi semua penumpang dan awaknya jika ingin turun dari kapal," tulis Prayitno Wibowo dkk.

Usulan Vogel itu membuat KPM sebagai bagian dari dunia usaha saat itu merasa usaha dan kinerjanya terganggu. Menurut Prayitno Wibowo dkk, pihak KPM merasa soal karantina itu adalah tanggung-jawab kepala pelabuhan. Risiko yang dihadapi KPM jika saran Vogel itu jadi peraturan adalah ke­rugian besar pada perusahaan perkapalan ini.

Di luar persoalan protes dunia usaha, ada jutaan orang jadi korban wabah Flu Spanyol di Hindia Belanda. Berdasar pengamatan Ravando Lie, yang juga menulis buku Perang melawan influenza

Pandemi Flu Spanyol di Indonesia pada masa kolonial, 1918-1919 (2020) ini, Sin Po memprediksi angka kematiannya mencapai 1,5 juta jiwa di Jawa dan Madura.

Sementara itu berdasar riset Siddharth Chandra, seorang pengajar di Michigan State University, pada 2013 dengan memakai sumber-sumber era kolonial, kematian di Jawa dan Madura akibat pandemi ini saja berkisar di angka 4,26 hingga 4,37 juta jiwa.

Kematian tertinggi terjadi Madura di dengan persentase 23,71 persen, kemudian disusul Banten 21,13 persen; Kediri 20,62 persen; Surabaya 17,54 persen; Rembang 14,90 persen; dan Pasuruan 14,32 persen.

Pandemi di Jawa dan sekitarnya tak hanya mengganggu pemerintah kolonial, tapi juga para pengusaha perkebunan di Jawa yang menyetor pajaknya kepada pemerintah kolonial. Produktivitas di daerah perkebunan tentu saja terganggu oleh Flu Spanyol tersebut. Kondisi saat ini pun sedang terjadi masalah yang sama.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pmt/pmt)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article WHO Sebut Pandemi Covid-19 Masih Jauh Dari Berakhir

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular