Harta Karun Baru RI Bermunculan, Utang Rp6.900 T Bisa Lunas?

Redaksi, CNBC Indonesia
25 January 2022 09:30
Kampung Tenggelam Lumpur Lapindo
Foto: Kampung Tenggelam Lumpur Lapindo (Budi Sugiharto/detikcom)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah menemukan sederet harta karun dalam beberapa waktu terakhir. Bila dioptimalkan dengan baik, tentu ini bisa berdampak positif terhadap perekonomian Indonesia, termasuk keuangan negara.

Antara lain Lumpur Lapindo akibat semburan gas di Sidoarjo, Jawa Timur, ternyata terindikasi mengandung 'harta karun'. Hal ini diungkapkan oleh Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Eko Budi Lelono membeberkan indikasi ini dan penelitian pun tengah dilakukan Badan Geologi terkait kandungan mineral di lumpur Lapindo ini. Tak tanggung-tanggung, lumpur ini terindikasi mengandung logam super langka alias Logam Tanah Jarang (LTJ) atau rare earth element.

"Tahun 2020 penyelidikan di sana, dan teman-teman kami terlibat dan lakukan kajian secara umum di Sidoarjo. Dan ada indikasi logam tanah jarang ini, selain logam tanah jarang ada logam raw critical material yang jumlahnya lebih besar dari logam tanah jarang," ungkapnya.

Seperti diketahui, logam tanah jarang memiliki banyak manfaat dan bisa digunakan sebagai bahan baku dari berbagai peralatan yang membutuhkan teknologi modern saat ini, antara lain sebagai bahan baku untuk baterai, telepon seluler, komputer, industri elektronika hingga pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/ Angin (PLTB). Lalu, bisa juga untuk bahan baku industri pertahanan hingga kendaraan listrik.

Berdasarkan data survei Badan Geologi Kementerian ESDM tahun 2009 - 2020, tercatat saat ini untuk logam tanah jarang sendiri terdapat di Tapanuli, Sumatera Utara sekitar 20.000 ton. Lalu, di Bangka Belitung ada mineral monasit yang mengandung logam tanah jarang, dan monasit ini dijumpai bersama endapan timah dengan sumber daya sekitar 186.000 ton.

Kemudian, di Kalimantan, ada kajian di Kalimantan Barat potensi logam tanah jarang dalam bentuk laterit 219 ton dan Sulawesi 443 ton.

Mengutip buku "Potensi Logam Tanah Jarang di Indonesia" yang diterbitkan Badan Geologi Kementerian ESDM 2019, logam tanah jarang (LTJ) merupakan salah satu dari mineral strategis dan termasuk "critical mineral" yang terdiri dari kumpulan dari unsur-unsur scandium (Sc), lanthanum (La), cerium (Ce), praseodymium (Pr), neodymium (Nd), promethium (Pm), samarium (Sm), europium (Eu), gadolinium (Gd), terbium (Tb), dysprosium (Dy), holmium (Ho), erbium (Er), thulium (Tm), ytterbium (Yb), lutetium (Lu) dan yttrium (Y).

Tim Humas Badan Geologi Kementerian ESDM menjelaskan lebih lanjut bahwa salah satu kandungan langka yang ada di lumpur Lapindo adalah mineral-mineral yang termasuk kategori mineral kritis (CRM), yaitu Litium (Li) dan Stronsium (Sr).

Humas Badan Geologi menyebut bahwa potensi kandungan mineral dalam lumpur Lapindo ini secara keekonomiannya masih dalam tahap penyelidikan umum, sehingga perlu penyelidikan lebih lanjut agar data bisa lebih aktual.

"Kandungan Litium di lumpur Lapindo memiliki kadar 99,26-280,46 ppm, dan Stronsium dengan kadar 255,44 - 650,49 ppm. Potensi Mineral Ekonomis masih dalam tahap penyelidikan umum, sehingga data belum akurat karena secara umum masih menggunakan hasil penyelidikan tahap awal yang belum rinci dan terbatas pada kedalaman dangkal," tulis keterangan resmi Tim Humas Badan Geologi, kepada CNBC Indonesia Sabtu (22/1/2022).

Penyelidikan terkait 'jeroan' di lumpur Lapindo sudah dilakukan Badan Geologi Kementerian ESDM sejak 2020. Kemudian, pada 2021 Badan Geologi mulai mengkaji secara detail temuan mineral super langka di sana.

Hasil penyelidikan awal kandungan lumpur Lapindo akan menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan target area untuk penyelidikan potensi lanjutan. Nantinya, studi karakterisasi dan ekstraksi Litium serta Stronsium di lumpur Lapindo akan dilakukan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (Puslitbang tekMIRA), sebuah unit kerja di bawah Kementerian ESDM.

"Dari hasil analisis Lab, kadar LTJ cukup rendah, dengan kadar tertinggi pada unsur Cerium (Ce). Selain pertimbangan keekonomian yaitu pemanfaatan Lumpur Sidoarjo sebagai potensi mineral ekonomis, penanganan/pengelolaan lumpur juga untuk meminimalisir risiko keberadaannya (hazard to resources)," ujarnya.

Temuan Litium dan Stronsium pada lokasi lumpur Lapindo baru berasal dari area tertentu. Kawasan yang menjadi sumber temuan ini memiliki kedalaman 5 meter. Bukan tidak mungkin, temuan lanjutan terkait 'harta karun' di bawah lumpur Lapindo akan bertambah nantinya.

"Perlu dilakukan penyelidikan yang lebih terperinci untuk mendapatkan data yang lebih detail dan pasti terkait jumlah sumber daya Litium dan Stronsium pada kandungan lumpur Sidoarjo," ujarnya.

CNBC Indonesia mencatat, berdasarkan buku "Potensi Logam Tanah Jarang di Indonesia" Badan Geologi Kementerian ESDM pada 2019, cadangan logam tanah jarang terbesar dunia terdapat di China. Selain penyimpan logam tanah jarang terbesar di dunia, China juga merupakan produsen LTJ terbesar di dunia.

Tak ayal, bila harga jual dari logam tanah jarang tersebut menggunakan indeks mata uang China, yuan. Adapun salah satu logam tanah jarang yang dijual di pasar yaitu neodymium (Nd).

Mengutip tradingeconomics, neodymium adalah bahan magnet permanen terkuat yang pernah ditemukan. Ini banyak digunakan di mikrofon, pengeras suara profesional, headphone, hard disk komputer, kendaraan listrik, dan juga generator. Ini adalah mineral tanah jarang yang sebagian besar diekstraksi di China, Amerika Serikat, Brasil, India, Sri Lanka, dan Australia.

Mengutip tradingeconomics, harga neodymium di pasar pada hari ini, Rabu (25/08/2021) tercatat sekitar 770.927 yuan China (CNY) per ton atau setara Rp 1,71 miliar per ton (asumsi Rp 2.221 per CNY).

Harga neodymium ini terlihat meningkat sejak awal 2021 di mana pada awal tahun harga berada di kisaran CNY 620.551 atau sekitar Rp 1,38 miliar per ton. Bahkan, pada Oktober 2020 harganya hanya sekitar CNY 423.810 atau sekitar Rp 941 juta per ton.

Harga ini memang sangat jauh berbeda bila dibandingkan harga batu bara di mana harga batu bara per ton kini meski sudah tinggi di kisaran US$ 160 per ton atau "hanya" Rp 2,3 juta per ton.

Perlu dicatat, itu baru contoh harga dari satu unsur logam tanah jarang, belum termasuk keenam belas unsur lainnya. Bila Indonesia mengembangkan 'jeroan' lumpur lapindo ini, bukan tidak mungkin ini bisa dongkrak perekonomian negara ini.

Kementerian Keuangan mencatat total utang pemerintah hingga akhir tahun lalu sebesar Rp 6.908,87 triliun. Dengan rasio utang 41% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) RI.

Dibandingkan Desember 2020 yang tercatat Rp 6.074,56 triliun, utang ini naik Rp 834,31 triliun. Sedangkan dibandingkan November 2021 yang tercatat Rp 6.713,24 triliun utang ini bertambah Rp 195,63 triliun.

Penambahan utang cukup besar memang sudah terjadi sejak tahun lalu yang dikarenakan adanya pandemi Covid-19. Membuat penerimaan negara turun tajam sehingga pemerintah membutuhkan utang untuk penanganan pandemi.

Secara rinci, utang ini tentu saja didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) dengan porsi 88,15% dan utang melalui pinjaman sebesar 11,85% dari total utang yang dimiliki Indonesia.

Utang dari SBN tercatat Rp 6.090,31 triliun yang terdiri dari SBN domestik Rp 4.822,87 triliun dan utang valuta asing Rp 1.267,44 triliun. Utang SBN domestik dan valas terdiri dari SBN dan SBSN.

Kemudian, utang dari pinjaman tercatat hanya Rp 818,56 triliun. Porsi utang pinjaman ini jauh berkurang dibandingkan sebelumnya.

Utang pinjaman terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp 13,25 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 805,31 triliun. Pinjaman luar negeri terdiri dari bilateral Rp 296,14 triliun, multilateral Rp 466,83 triliun dan commercial banks Rp 42,34 triliun.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular