Harta Karun di Lumpur Lapindo Punya Bakrie atau Pemerintah?
Jakarta, CNBC Indonesia - Semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, yang terjadi sejak 29 Mei 2006 lalu ternyata kini terindikasi mengandung 'harta karun' mineral kritis dan juga 'harta karun' super langka alias logam tanah jarang atau rare earth element (RRE).
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Eko Budi Lelono.
Eko mengungkapkan bahwa pihaknya sudah sejak tahun 2020 melakukan penyelidikan atas 'jeroan' lumpur Lapindo yakni mineral logam tanah jarang dan juga mineral kritis atau Critical Raw Material (CRM). Namun dia menyebut, kandungan mineral kritis ini diperkirakan jumlahnya lebih besar daripada logam mineral tanah jarang.
"Tahun 2020 penyelidikan di sana, dan teman-teman kami terlibat dan lakukan kajian secara umum di Sidoarjo. Dan ada indikasi logam tanah jarang ini, selain logam tanah jarang ada logam raw critical material yang jumlahnya lebih besar dari logam tanah jarang," ungkapnya saat konferensi pers, Jumat (21/01/2022).
Seperti diketahui, logam tanah jarang memiliki banyak manfaat dan bisa digunakan sebagai bahan baku dari berbagai peralatan yang membutuhkan teknologi modern saat ini, antara lain sebagai bahan baku untuk baterai, telepon seluler, komputer, industri elektronika hingga pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/ Angin (PLTB). Lalu, bisa juga untuk bahan baku industri pertahanan hingga kendaraan listrik.
Lantas, bagaimana dengan status area lumpur Lapindo saat ini? Apakah masih menjadi milik Lapindo Brantas, Bakrie Group, atau sudah dialihkan ke pemerintah?
Perlu diketahui, sebelumnya area lumpur Lapindo ini masuk ke dalam Wilayah Kerja (WK/ Blok) migas Brantas yang dikelola Lapindo Brantas Inc, PT Prakarsa Brantas, dan PT Minarak Brantas Gas.
Ananda Arthaneli, Corporate Secretary Minarak Group, mengatakan bahwa untuk tanah dan bangunan di area lumpur Lapindo yang merupakan bagian dalam Peta Area Terdampak (PAT) 2007 sudah dilakukan jual beli oleh PT MLJ merupakan jaminan dalam rangka pinjaman Dana Antisipasi sesuai yang diatur Perpres 76 tahun 2015 dan diatur dalam Perjanjian Dana Antisipasi.
Dia pun menegaskan bahwa tanah lumpur Lapindo itu kini bukan lagi masuk ke dalam Blok migas Brantas. Seperti diketahui, pada 3 Agustus 2018 lalu Kementerian ESDM sendiri telah memberikan perpanjangan kontrak untuk blok migas atau WK Brantas, sehingga bisa beroperasi hingga tahun 2040.
"Saat ini kami masih berdiskusi dengan pemerintah terkait dengan settlement. Tanah Lumpur Sidoarjo tersebut saat ini bukan merupakan bagian dari Blok Brantas," tuturnya kepada CNBC Indonesia, Senin (24/01/2022).
"Kalau untuk tanah dan bangunan dalam PAT 22 Maret 2007 sudah dilakukan jual beli oleh PT MLJ adalah milik PT MLJ, namun merupakan jaminan dalam rangka pinjaman Dana Antisipasi. Sampai saat ini terkait settlement kami masih melakukan diskusi dan kordinasi dengan pihak pemerintah," paparnya.
Dirinya pun mengatakan belum mengetahui adanya penelitian terkait indikasi kandungan 'harta karun' super langka maupun mineral kritis yang dilakukan Badan Geologi Kementerian ESDM. Pasalnya, pihaknya hanya melakukan koordinasi dengan Pusat Pengendalian Lumpur Sidoarjo (PPLS) di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Kami sejauh ini hanya melakukan kordinasi dengan PPLS," ujarnya.
Kepala Badan Geologi Eko Budi Lelono menjelaskan, dalam melakukan penelitian kandungan mineral di lumpur Lapindo ini, pihaknya berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait, baik di pemerintah pusat (Kementerian/Lembaga terkait) dan pemerintah daerah (Dinas ESDM dan unsur Pemda lainnya).
Dia pun menyebut, bila hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan mineral di dalam lumpur Lapindo ini bernilai ekonomis, maka seharusnya akan menjadi kewenangan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM untuk mengelolanya dan Ditjen Minerba berwenang untuk melelangnya.
"Karena ini komoditas mineral, maka menjadi kewenangan Ditjen Minerba untuk mengelolanya," saat ditanya bagaimana tindak lanjut ke depannya bila hasil penelitian ke depannya menunjukkan kandungan mineral di dalam lumpur Lapindo ini bernilai ekonomis.
Perlu diketahui, pusat atau titik semburan lumpur Sidoarjo terletak di Desa Siring, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur, berjarak sekitar 200 meter dari sumur pengeboran gas Banjar Panji - 1 milik PT Lapindo Brantas di Desa Renokenongo Kabupaten Sidoarjo.
Mengutip situs PPLS Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PUPR, bencana ini diperkirakan akan berlangsung cukup lama, mengingat sebagian dari para ahli geologi memperkirakan fenomena semburan akan berlangsung lebih dari 30 tahun, sementara bencana alam lain yang ada pada umumnya berlangsung pendek (banjir dalam hitungan hari/minggu, tsunami dalam hitungan jam, longsor/angin topan dalam hitungan menit, gempa bumi dalam hitungan detik).
Humas Badan Geologi menyebut bahwa potensi kandungan mineral dalam lumpur Lapindo ini secara keekonomiannya masih dalam tahap penyelidikan umum, sehingga perlu penyelidikan lebih lanjut agar data bisa lebih aktual.
"Kandungan Litium di lumpur Lapindo memiliki kadar 99,26-280,46 ppm, dan Stronsium dengan kadar 255,44 - 650,49 ppm. Potensi Mineral Ekonomis masih dalam tahap penyelidikan umum, sehingga data belum akurat karena secara umum masih menggunakan hasil penyelidikan tahap awal yang belum rinci dan terbatas pada kedalaman dangkal," tulis keterangan resmi Tim Humas Badan Geologi, kepada CNBC Indonesia Sabtu (22/1/2022).
Penyelidikan terkait 'jeroan' di lumpur Lapindo sudah dilakukan Badan Geologi Kementerian ESDM sejak 2020. Kemudian, pada 2021 Badan Geologi mulai mengkaji secara detail temuan mineral super langka di sana.
Hasil penyelidikan awal kandungan lumpur Lapindo akan menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan target area untuk penyelidikan potensi lanjutan. Nantinya, studi karakterisasi dan ekstraksi Litium serta Stronsium di lumpur Lapindo akan dilakukan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (Puslitbang tekMIRA), sebuah unit kerja di bawah Kementerian ESDM.
"Dari hasil analisis Lab, kadar LTJ cukup rendah, dengan kadar tertinggi pada unsur Cerium (Ce). Selain pertimbangan keekonomian yaitu pemanfaatan Lumpur Sidoarjo sebagai potensi mineral ekonomis, penanganan/pengelolaan lumpur juga untuk meminimalisir risiko keberadaannya (hazard to resources)," ujarnya.
Temuan Litium dan Stronsium pada lokasi lumpur Lapindo baru berasal dari area tertentu. Kawasan yang menjadi sumber temuan ini memiliki kedalaman 5 meter. Bukan tidak mungkin, temuan lanjutan terkait 'harta karun' di bawah lumpur Lapindo akan bertambah nantinya.
"Perlu dilakukan penyelidikan yang lebih terperinci untuk mendapatkan data yang lebih detail dan pasti terkait jumlah sumber daya Litium dan Stronsium pada kandungan lumpur Sidoarjo," ujarnya.
(wia)