Menjaga Kondisi Ekonomi Untuk Investasi

Lalu Rahadian, CNBC Indonesia
24 January 2022 13:00
Chief Economist PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Andry Asmoro (Dok, Bank Mandiri)
Foto: Chief Economist PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Andry Asmoro (Dok, Bank Mandiri)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai menunjukkan pemulihan ekonomi yang cukup konsisten pasca terkena dampak varian Delta pada Juli 2021. Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan tahun ini akan lebih baik, yang terlihat dari meningkatnya penerimaan negara.

Penerimaan pajak tercatat meningkat signifikan sebesar 19% yoy, dan melewati target untuk pertama kalinya dalam 12 tahun terakhir. Realisasi penerimaan pajak yang mencapai 103,9% dari target mencerminkan mulai pulihnya kinerja sektor-sektor utama dalam perekonomian.

"Berbagai indikator lain juga menunjukkan perbaikan yang signifikan, seperti Peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang terus meningkat mencapai 118 di akhir 2021. Data IKK juga mengkonfirmasi data Mandiri Spending Index (MSI) yang terus naik hingga awal bulan Januari ini hingga dalam posisi yang relatif lebih baik dibanding bulan puasa tahun 2021," kata Andry, Senin (24/1/2022).

Selain itu, dari sisi produksi industri mulai mencatat perkembangan positif,, yang tercermin dari indikator PMI manufaktur yang stabil berada pada level ekspansi.

Dia menambahkan, faktor positif lainnya yakni perkembangan dan pengendalian pandemi Covid-19 yang sudah cukup baik. Indonesia menurutnya telah berhasil melewati fase terberat pandemi yaitu saat penyebaran varian Delta di kuartal III-2021. Namun, ada ancaman baru dari varian Covid-19 Omicron, yang mulai meningkat di beberapa negara.

Untuk itu, hal ini harus disikapi dengan hati-hati dimana pelonggaran PPKM dan pemulihan ekonomi yang baru saja berjalan harus tetap disertai dengan penerapan protokol kesehatan. Hal positif lainnya yakni tingkat vaksinasi di Indonesia yang cukup tinggi di dunia.

Program vaksinasi di Indonesia pun terus dilanjutkan tahun ini dengan menyediakan booster untuk dapat meningkatkan daya tahan masyarakat Indonesia menghadapi ancaman varian baru Omicron.

"Kita tidak hanya menghadapi risiko penyebaran kasus varian baru. Saat ini kita juga menghadapi risiko dinamika ekonomi global. Pemulihan global yang tidak imbang memicu terjadinya gangguan arus barang dunia, atau supply chain disruption, yang juga menyebabkan kelangkaan pasokan energi di beberapa negara," tuturnya.

Berbagai dampak ini memicu harga komoditas dunia meningkat dan menyebabkan fenomena inflasi global. Fenomena peningkatan inflasi global ini akan direspon oleh normalisasi kebijakan di seluruh dunia, dari yang semula longgar menjadi lebih ketat demi menjaga kestabilan perekonomian.

Cepat atau lambat meningkatnya inflasi global akan berdampak pada peningkatan inflasi domestik. Andry menegaskan pemerintah beserta otoritas kebijakan ekonomi perlu merespon dan meminimalkan dampak risiko global ini terhadap pemulihan ekonomi Indonesia.

"Dalam tahap ini, kami meyakini jajaran otoritas di sektor keuangan akan semakin erat berkoordinasi sehingga dapat menelurkan kebijakan-kebijakan stimulus yang positif bagi pemulihan ekonomi dan di saat yang bersamaan akan mendorong stabilitas perekonomian domestik," kata Andry.

Dia mengungkapkan secara umum ada beberapa tantangan yang akan dihadapi Indonesia untuk jangka pendek dan panjang. Pertama, VUCA (Volatilitas, Uncertainties, Complexity, dan Ambiguity) berupa Pandemi yang mungkin berubah menjadi endemi, disrupsi digital, meningkatnya inflasi global.

Kedua, pemulihan ekonomi dan respon kebijakan Global yang tidak merata dan menciptakan resiko-resiko baru pada negara-negara berkembang dan berpotensi menciptakan spill-over effect. Ketiga, Perubahan perilaku masyarakat dan kebutuhan akan keahlian baru, termasuk digitalisasi dan otomasi, yang mendorong pemulihan antar sektor usaha domestik yang berbeda. Keempat, perubahan iklim dan ketaatan berbasis Environmental, Social and Governance (ESG).

"Berbagai tantangan tersebut tentu memunculkan energi bagi kita untuk semakin menjaga momentum pertumbuhan dan menjaga stabilitas perekonomian domestik," ujarnya.

Saat ini, Indonesia masih diuntungkan oleh melonjaknya ekspor akibat meningkatnya harga komoditas. Meski demikian, Indonesia harus bisa menghasilkan nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi.

Andry menyebutkan beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mendukung pemulihan ekonomi yakni, pembangunan berbagai kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus yang diharapkan dapat menjadi sumber pertumbuhan baru. Kemudian meningkatkan ekspor manufaktur dan menciptakan nilai tambah bagi perekonomian.

Kemudian, melanjutkan kebijakan reformasi struktural dengan fokus pada pembangunan ekonomi berbasis ESG dalam upaya mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

"Saat ini semakin banyak investor yang memperhatikan pentingnya penerapan ESG dalam aktivitas ekonomi. Untuk itu Indonesia patut turut berkontribusi positif pada upaya pengurangan emisi karbon global secara bertahap dengan melaksanakan road map kebijakan transisi energi dan mulai beralih pada sumber energi terbarukan," jelasnya.

Keberhasilan reformasi struktural ini, menurutnya, akan memperkuat neraca perdagangan dan kinerja neraca pembayaran, hingga memperkuat stabilitas perekonomian.

"Penciptaan ekonomi baru dan konsistensi dalam menjalankan ekonomi hijau akan semakin lengkap jika kita mendorong digitalisasi dan otomasi dalam roda perekonomian. Ketiga hal tersebut akan membuat ekonomi Indonesia tumbuh lebih cepat dan berkesinambungan," kata Andry.

Dia menambahkan berbagai strategi tersebut bisa meningkatkan minat investor asing dan domestik untuk semakin berperan di Indonesia. Pasalnya, perekonomian Indonesia tidak dapat selamanya bergantung pada stimulus Pemerintah. Stimulus pemerintah diyakini akan dapat mendorong investasi yang lebih tinggi ke depannya dengan sektor-sektor yang lebih beragam dan tersebar di seluruh Indonesia.

"Peranan Investasi sangat penting karena berkontribusi sekitar 30% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sepanjang sembilan bulan pertama di 2021 kemarin tingkat investasi domestik dan asing di Indonesia masing-masing sebesar Rp 327 triliun dan US$ 22,7 miliar. Pencapaian yang sangat baik karena sudah mencapai 70% dari target Rp 900 triliun," ujarnya.

Dengan realisasi investasi banyak terjadi di luar pulau Jawa, hal ini bisa mendorong pemerataan investasi akan dapat mendorong pemerataan ekonomi. Pada 2022, target investasi naik menjadi Rp 1.200 triliun, dan membutuhkan strategi penting untuk mendorongnya.

Andry mengatakan ada beberapa hal yang perlu dilakukan lebih spesifik, yakni pemilihan sektor yang memiliki pengganda yang besar kepada perekonomian agar dampak kepada ekonomi Indonesia lebih besar.

"Berdasarkan hitungan kami, sektor yang memiliki dampak pengganda yang besar terhadap sektor lainnya dan pada akhirnya dapat mendukung peningkatan investasi adalah konstruksi, listrik, gas, dan air minum, serta transportasi dan pergudangan," ujarnya.

Menariknya, sebagian dari sektor-sektor tersebut merupakan sektor-sektor yang menjanjikan tahun ini jika dilihat dari sisi perbankan. Selain itu, fokus Pemerintah pada pembangunan listrik, gas serta air minum akan dapat mendorong investasi masuk bukan hanya di Pulau Jawa namun juga di luar Pulau Jawa.

Selain itu, di luar sektor konstruksi tersebut, dukungan pemerintah pusat bagi investasi di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif juga memiliki efek pengganda yang besar. Kemudian, peranan Pemerintah Daerah menjadi penting sebagai katalis bagi investasi swasta.

Alokasi anggaran ke infrastruktur daerah pada tahun ini tetap besar (karena terdapat pula dalam sebagian porsi di Dana Alokasi Umum). Kesamaan visi Pembangunan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang baru menjadi penting. Solusinya adalah dengan koordinasi atau pendampingan dari pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

Tahun ini pun, Indonesia akan mengadakan perhelatan besar, yaitu Presidensi G20. Kesempatan ini akan memiliki dampak yang besar bagi peningkatan investasi di Indonesia karena dapat menjadi ajang showcase bagi perkembangan perekonomian Indonesia dan kesiapan Indonesia menerima investasi lebih besar lagi.

"Hal ini tentu saja perlu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya agar kita dapat menggeser perekonomian dari yang bergantung kepada stimulus kepada perekonomian yang sangat ditopang oleh investasi," ujarnya.

Mandiri Investment forum (Dok. bank Mandiri(Foto: Mandiri Investment forum (Dok. bank Mandiri)
Mandiri Investment forum (Dok. bank Mandiri)

(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dukung Komunitas Disabilitas, Bank Mandiri Beri Bus ke YPAC

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular