Merinding, Ini Penyebab Kenapa Pulau Tonga Diterjang Tsunami
Jakarta, CNBC Indonesia - Tonga diterjang tsunami. Setidaknya 80.000 orang terdampak akibat tsunami tersebut.
Sejauh ini satu orang dikabarkan tewas. Beberapa yang hilang bahkan belum diketahui rimbanya.
Lalu bagaimana itu bisa terjadi?
Hal ini akibat letusan gunung berapi Hunga Tonga-Hunga Ha'apai Sabtu (15/1/2022). Ledakan dahsyat itu mengirimkan awan abu dan uap gas ke udara.
Bukan hanya itu, tsunami setinggi 1,2 meter juga menerjang Tonga. Tak hanya pulau itu, tsunami juga terjadi di bibir pantai Jepang hingga Amerika Serikat (AS).
Pada saat peristiwa terjadi, satelit menunjukkan bagaimana awan abu besar dan gelombang kejut (shock waves) menyebar dari letusan. Bahkan melintasi garis pantai ibu kota Tonga Nuku'alofa, mengalir ke jalan-jalan pantai dan membanjiri properti di negara tersebut.
"Seperti permukaan bulan," kata warga sekitar menggambarkan letusan dahsyat, dikutip The Independent.
Selain peringatan tsunami, saat kejadian badan meteorologi Tonga juga sudah mengeluarkan peringatan untuk hujan lebat, banjir bandang, dan angin kencang di daratan dan perairan pantai.
Pulau Fiji yang berada di dekatnya sudah mengeluarkan peringatan publik, meminta orang yang tinggal daerah pesisir untuk pindah ke tempat yang lebih aman, sebagai antisipasi arus kuat dan gelombang berbahaya.
Aktivitas gunung itu sendiri belum menunjukkan tanda-tanda penurunan. Justru sebaliknya, gunung itu pada Senin (17/1/2022) dilaporkan meletus kembali dan menimbulkan gelombang besar.
Sebenarnya, aktivitas vulkanik memang seringkali terjadi di wilayah ini. Pasalnya, wilayah Hunga Tonga-Hunga Ha'apai adalah bagian dari busur vulkanik Kepulauan Tonga-Kermadec yang sangat aktif.
Zona ini membentang dari Selandia Baru hingga Fiji. Sebelum letusan kali ini, letusan besar terjadi pada tahun 2009 dan 2014-2015.
Pada letusan 2014-2015, dilaporkan asap bahkan membumbung tinggi dari bawah laut. Ini menandakan bahwa aktivitas vulkanik masih terjadi di dasar laut meski puncak gunung itu sudah terlihat di permukaan.
Sementara itu, ilmuwan yang juga seorang dosen di Sekolah Geologi Universitas Otago, Selandia Baru, Marco Brenna, menggambarkan dampak letusan kali ini masih relatif ringan. Tetapi mengingatkan potensi letusan lain dengan dampak yang jauh lebih besar masih menghantui.
"Ada reservoir magma di kedalaman 5 hingga 6 km yang telah memotori letusan sebelumnya, dan kemungkinan peristiwa yang sedang berlangsung juga diprakarsai oleh reservoir yang sama," katanya.
Ilmuwan pemenang hadiah Nobel dan Wakil Rektor Universitas Nasional Australia Brian Schmidt dan rekannya, Prof Richard Aculus, mencoba memberi pendapatnya soal ini. Ia mengatakan bahwa letusan ini sebanding dengan kekuatan 1.000 bom atom yang pernah dijatuhkan di Hiroshima tahun 1945, ketika Perang Dunia II terjadi.
"Energi ledakannya kemungkinan akan menjadi urutan bom nuklir terbesar yang pernah dibuat, setara dengan 1000 bom Hiroshima," ujar kedua ahli itu dalam kanal opini yang disajikan media Australia, Sydney Morning Herald.
(tfa)