Ada Resep Tokcer dari Eks Petinggi WHO Kendalikan Omicron RI
Jakarta, CNBC Indonesia - Perkembangan kasus varian Covid-19 Omicron di Indonesia terus meningkat. Kehadiran varian yang pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan itu membuat pandemi kembali mengganas.
Kabar baiknya, varian ini disebut-sebut tidak semenakutkan varian Delta. Namun, bukan berarti masyarakat menganggap enteng adanya omicron, pasalnya varian ini dianggap memiliki tingkat penularan yang lebih cepat dibandingkan Delta.
Pemerintah bahkan secara terang-terangan akan terjadi kenaikan kasus setelah munculnya Omicron. Kementerian Kesehatan memproyeksikan akan terjadi kenaikan kasus hingga 55.000 kasus pada Februari.
Eks Direktur Penyakit Penular Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara Tjandra Yoga Adiatma mengemukakan setidaknya ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengendalikan kenaikan kasus karena Omicron.
"Kasus Omicron terus meningkat di dunia dan di Indonesia. Tentu kita harapkan peningkatan kasus dapat dikendalikan," kata Tjandra melalui pesan singkatnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (14/1/2022).
Pertama, menurutnya, pemerintah harus gencar mencari transmisi lokal yang sudah terdeteksi. Menurutnya, saat sudah mengetahui asal muasal sumber penularan, maka bisa segera melakukan tindakan preventif.
"Kalau tahu sumber maka bisa di cek ke mana saja si sumber awal itu sudah menularkan, dan semuanya di isolasi," katanya.
Kedua, pemerintah harus meningkatkan jumlah tes secara masif. Pasalnya, sambung Tjandra, telah banyak ditemukan kasus Orang Tanpa Gejala (OTG) yang ditemukan saat pemeriksaan.
"Supaya kalau ada OTG ditemukan dan di isolasi supaya tidak menularkan ke sekitarnya," katanya.
Ketiga, pengawasan ekstra ketat pelaku perjalanan luar negeri. Tjandra mengatakan, pengawasan bisa dilakukan dengan mekanisme International Health Regulation (IHR).
"Disampaikan informasi ke negara asal varian Omicron kita agar di negara itu juga dilakukan testing dan tracing dari kemungkinan sumber penular di negara itu. Apalagi kalau ada PMI, maka di cek di sana apakah sudah ada penularan di antara mereka," jelasnya.
Keempat, percepatan vaksinasi terutama bagi kelompok rentan. Menurutnya, saat ini masih 43% populasi dan 56% masyarakat lanjut usia yang baru mendapatkan dua dosis suntikan vaksin.
"Pemberian booster tentu baik dan segera dimanfaatkan oleh yang sudah mendapat kesempatan ini. Tetapi secara makro maka pemberian booster jangan sampai mengorbankan upaya pemberian vaksin yang 2 kali yang mutlak amat diperlukan," tegasnya.
Kelima, pemerintah hrus memastikan agar pelayanan kesehatan mulai dari primer, sekunder, dan testier ditingkatkan. Keenam, bagaimana mengkomunikasikan protokol kesehatan yang masif.
"Ini bukan lagi new normal, tapi sudah menjadi now normal," tegas Tjandra.
Dan terakhir, kata Tjanjdra, pemerintah harus transparan terhadap data perkembangan Covid-19. "Sehingga dinamika pengambilan keputusan publik dapat berdasar data real time, tepat dan cepat," tegasnya,
(cha/cha)