Tangkal Krisis! DPR Minta Harga Batu Bara DMO Fleksibel?

Pratama Guitarra, CNBC Indonesia
Kamis, 13/01/2022 14:15 WIB
Foto: Aktivitas Bongkar Muat Batu Bara di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (22/11/2021). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi VII DPR RI meminta supaya formula harga batu bara untuk dalam negeri bisa diubah dari yang sebelumnya dipatok US$ 70 per ton menjadi lebih fleksibel.

Misalnya, ketentuan harga pasar sedang naik, maka harga patokan tersebut disesuaikan. Namun penyesuaian tersebut bukan menyesuaikan harga pasar melainkan patokannya diubah setiap ada perubahan harga batu bara

"Terakhir mengenai DMO formulanya diganti, tidak dipatok, tapi dilihat dari sekian persen dari harga market, kalau harga market tinggi, DMO tinggi, harga market turun dia turun," terang Anggota Komisi VII DPR Kardaya Warnika, dalam Rapat Kerja (Raker) bersama dengan Menteri ESDM Arifin Tasrif, Kamis (13/1/2022).


Seperti yang diketahui, pada awal tahun ini pemerintah menghentikan kegiatan ekspor batu bara kepada IUP, IUPK maupun PKP2B. Hal itu lantaran PT PLN (Persero) sedang menghadapi krisis pasokan batu bara yang mengancam pemadaman 20 pembangkit PLN berkapasitas 10 Giga Watt (MW).

"Supaya tidak terjadi lagi, mohon kejadian ini menjadi momentum bagi kita mereview kalau tidak sangat berat ke depannya," ungkap Kardaya.

Pemerintah tengah menyiapkan skema baru untuk menangkal krisis batu bara yang dihadapi oleh PT PLN (Persero). Yang saat ini sedang dibahas adalah, solusi suplai batu bara dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) melalui skema Badan Layanan Umum (BLU) untuk pungutan batu bara.

Dalam skema BLU itu, kelak PT PLN (Persero) akan mengikat kontrak dengan beberapa perusahaan batu bara yang memiliki spesifikasi batubara sesuai dengan kebutuhan PLN. Nilai harga kontrak akan disesuaikan per tiga atau enam bulan sesuai dengan harga pasar yang berlaku.

Kemudian, PLN membeli batubara sesuai harga pasar saat ini US$ 62 per ton untuk kalori 4.700 Kcal. PLN akan menerima subsidi dari BLU untuk menutup selisih antara harga pasar dengan harga berdasarkan acuan US$ 70 per ton.

Lalu, selisih antara harga yang diberikan PLN dan harga market batu bara akan diberikan oleh BLU melalui iuran yang diterima dari perusahan batu bara. Besaran iuran akan disesuaikan secara periodik berdasarkan selisih antara harga pasar yang dibeli PLN dan US$ 70 per ton.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menyampaikan, bahwa skema BLU pungutan batu bara itu akan dirampungkan dalam waktu dekat.

"Dalam proses pembahasan yang rinci mengenai penerapan skema BLU untuk mengatasi hal ini (krisis batu bara) itu dalam penggodokan dan mudah-mudahan dalam waktu ke depan lebih jelas lagi," jelas Arifin dalam Konferensi Pers, Rabu (12/1/2022).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan bahwa pihaknya menyambut adanya wacana BLU untuk pungutan batu bara itu. "Ide baik kalo buatkan BLU batu bara. Ini masih dibicarakan detailnya, tapi ini akan membuat sistem menjadi baik dan menghindari ketidakpastian," ungkap Febrio, saat bincang dengan media, Rabu (12/1/2022).

Yang terang, kata Febrio, penerapan BLU untuk pungutan batu bara tidak akan berdampak terhadap keuangan negara. Justru hal ini akan membantu koordinasi antara PLN dan pengusaha batu bara.

"Membantu terjadi koordinasi baik dengan mereka, sama dengan BLU yang lain. BPDKS ini membantu usaha koordinasi dengan pemerintah untuk kebijakan menjadi lebih baik. Nah logikanya mirip itu, jadi tidak ada dampak ke APBN, aman dan sehat. Jadi ini kita pastikan suplai batu bara aman dan tidak ada dampak ke APBN," tandas dia.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Batubara Sebagai Tulang Punggung Ketahanan Energi Nasional