RI Ketiban Durian Runtuh, Tapi Bikin Pengeluaran Bengkak!
Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan, di tengah kenaikan harga komoditas di tahun lalu, target penerimaan negara meningkat. Namun, pengeluaran atau belanja negara juga ikut melonjak.
"Utamanya harga BBM dan gas, yaitu terkait subsidi. Subsidi ada peningkatan di dalam belanja subsidi kita," jelas Suahasil kepada CNBC Indonesia dalam program Energy Corner, Rabu (12/1/2022).
Adapun realisasi subsidi energi tahun 2021 mencapai Rp 131,5 triliun, yang terdiri dari subsidi BBM dan LPG sebesar Rp 83,7 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp 47,8 triliun.
Padahal, subsidi energi 2021 hanya ditargetkan mencapai Rp 110,5 triliun yang terdiri dari Rp 56,9 triliun untuk subsidi BBM dan LPG, serta Rp 53,6 triliun untuk subsidi listrik.
Suahasil menjelaskan, bahwa belanja subsidi tersebut dijalankan, demi untuk menjaga daya beli masyarakat.
"Belanja subsidi yang kita lakukan itu adalah upaya agar menjaga supaya harga bisa tetap diakses atau terjangkau masyarakat. Apalagi dalam situasi pemulihan seperti ini," jelas Suahasil.
Kendati demikian, tentu pemberian subsidi kepada masyarakat tersebut tidak serta merta akan selalu digelontorkan oleh pemerintah.
Dalam jangka menengah dan panjang, kata Suahasil pemerintah akan mencari bentuk-bentuk efisiensi, agar perekonomian bisa bergerak jauh lebih cepat dan belanja negara digelontorkan dengan seperlunya.
Oleh karena, itu Suahasil menegaskan bahwa naiknya harga komoditas di pasar internasional, tidak selalu membuat Indonesia bak ketiban durian runtuh, tapi selalu diikuti dengan pengeluaran atau belanja yang membengkak.
Seperti diketahui, penerimaan negara dari sektor pajak mampu meraih target pada 2021. Di mana pada pajak sektor pertambangan dari yang hanya minus 43,4% menjadi 60,52% positif. Peningkatan juga muncul pada sektor industri pengolahan, perdagangan dan konstruksi dan real estate.
Secara total penerimaan pajak di akhir tahun mencapai Rp 1.277,5 triliun (103,9%) tumbuh 19,2%. Dampak berikutnya terlihat pada bea keluar, di mana realisasinya mencapai Rp 34,6 triliun atau 1.933,7% dari target APBN. Pertumbuhannya mencapai 708,2%. Penopang terbesar adalah produk kelapa sawit dan tembaga.
Kemenkeu juga mencatat kenaikan pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Realisasinya hingga akhir tahun adalah Rp 452 triliun atau tumbuh 31,5% menjadi 151,6% dari target APBN.
Ini didorong oleh pendapatan SDA Migas yang mencapai Rp 98 triliun atau tumbuh 41,9% akibat kenaikan harga minyak dunia dalam setahun terakhir. Kemudian SDA Non Migas mencapai Rp 52,8 triliun atau 181,4%, tumbuh 87,6% yang didukung oleh batu bara, tembaga dan nikel.
"Jadi memang dia ada efek-efeknyanya. Ada efek di penerimaan dan belanja. Semuanya ini yang paling penting adalah kita tata kelolakan, kita hitung di laporkan dan melalui proses audit," jelas Suahasil.
"Sehingga APBN itu memberikan perlindungan kepada masyarakat, tapi pada saat yang bersamaan ada belanja-belanja yang dipakai untuk pemulihan ekonomi kita," katanya.
(hoi/hoi)