Pengusaha Batu Bara Bakal Dipungut Iuran Ekspor, Buat Apa?

Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
Selasa, 11/01/2022 18:45 WIB
Foto: Kapal tongkang Batu Bara (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah berencana menerapkan pungutan/ iuran ekspor batu bara bagi para pengusaha batu bara. Nantinya akan dibentuk Badan Layanan Umum (BLU) yang bertugas untuk memungut iuran ekspor batu bara dari para pengusaha.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, iuran ini akan diwajibkan bagi semua perusahaan batu bara, sehingga ini bisa membantu menutupi selisih biaya antara harga pasar dan harga batu bara khusus dalam negeri (Domestic Market Obligation/ DMO) sebesar US$ 70 per ton untuk pembangkit listrik di dalam negeri.

Meski PT PLN (Persero) nantinya membeli batu bara dengan harga pasar kepada produsen, namun adanya iuran ekspor dari semua perusahaan batu bara ini, dananya akan dikembalikan kepada PLN untuk menutupi selisih biaya harga pasar dan harga patokan US$ 70 per ton tersebut.


Misalnya, harga batu bara di pasaran mencapai US$ 150 per ton, PLN akan membeli dengan harga pasar tersebut. Namun, pemerintah akan melakukan pungutan kepada produsen batu bara untuk menutupi selisih harga batu bara tersebut. Uang pungutan tersebut akan kembali kepada PLN, sehingga PLN tidak tidak akan mengalami lonjakan biaya.

"Jadi nanti kalo ada selisih harga basis di US$ 70 per ton, nanti akan dilihat berapa selisihnya yang masuk ke BLU (dari harga pasar) dari perusahaan batu bara. Dan semua perusahaan batu bara punya kewajiban sama untuk mensubsidi tadi," terang Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan, pada Senin malam (10/1/2022).

Berdasarkan dokumen yang diterima CNBC Indonesia, nilai pungutan ekspor batu bara ini akan dihitung berdasarkan:
1. Total volume DMO batu bara PLN dikalikan dengan harga pasar batu bara berdasarkan kalori yang biasa digunakan PLN 4.659 kcal/kg.
2. Total volume DMO batu bara PLN dikalikan dengan harga patokan atas DMO batu bara US$ 70 per ton.
3. Selisih kebutuhan yang harus dibantu melalui BLU tersebut, berarti perhitungan pada asumsi pembelian dengan harga pasar (no.1) dikurangi dengan pembelian menggunakan DMO (no.2).
4. Pungutan untuk perusahaan batu bara berasal dari selisih kebutuhan yang harus dibantu BLU (no.3) dibagi dengan jumlah produksi batu bara nasional dalam setahun, sehingga diperoleh lah besaran iuran ekspor per ton untuk setiap perusahaan batu bara.

Jadi dengan kata lain, usulan skema pungutan batu bara ini disebutkan untuk "dapat mensubsidi pembelian batu bara PLN di harga pasar."

Usulan skema iuran ekspor batu bara ini dilakukan karena dianggap memberikan sejumlah keuntungan atau win-win solution karena:
- Tidak terjadi distorsi pasar karena PLN tetap membeli di harga pasar, tapi di sisi lain beban subsidi dinilai tidak akan bertambah karena selisih harga pasar dan harga acuan DMO US$ 70 per ton disubsidi dari pungutan para produsen batu bara.
- Tidak perlu ada pembedaan royalti domestik untuk pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) hasil konversi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), sehingga dinilai akan meningkatkan Penerimaan Bukan Pajak (PNBP) secara signifikan saat harga batu bara meningkat.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Batubara Sebagai Tulang Punggung Ketahanan Energi Nasional