
Pakai BLU, Harga Batu Bara Dilepas Ke Pasar, Pengusaha Happy!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah tengah menyusun beleid baru berkenaan dengan skema suplai batu bara domestik untuk kebutuhan listrik dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO). Rencana ke depan, penerapan pembelian DMO batu bara itu tidak lagi menggunakan patokan US$ 70 per ton melainkan dilepas ke harga pasar.
Namun tak ujug-ujug dilepas ke harga pasar. Pemerintah sedang menyiapkan skema Badan Layanan Umum (BLU) untuk pungutan batu bara tersebut. Kelak, produsen batu bara atau penjual batu bara ke PLN akan dikenakan pungutan berupa selisih harga dari harga batu bara US$ 70 per ton.
Isi sebagai contohnya: Misalnya harga batu bara di pasaran mencapai US$ 150 per ton, PLN akan membeli dengan harga pasar tersebut. Namun, pemerintah akan melakukan pungutan kepada produsen batu bara sebesar selisih harga US$ 150 per ton dengan US$ 70 per ton atau artinya pemerintah akan melakukan pungutan sebesar US$ 80 per ton kepada produsen batu bara.
"Jadi nanti kalo ada selisih harga basis di US$ 70 per ton, nanti akan dilihat berapa selisihnya yang masuk ke BLU (dari harga pasar) dari perusahaan batu bara. Dan semua perusahaan batu bara punya kewajiban sama untuk mensubsidi tadi," terang Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves), Luhut Binsar Panjaitan, pada Senin malam (10/1/2022).
Atas hal itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia menyampaikan bahwa pada prinsipnya pengusaha pertambangan batu bara menyambut baik keputusan atau rencana dari pemerintah tersebut.
"Pada prinsipnya kami menyambut baik usulan dan solusi melalui pembentukan BLU tersebut," ungkap Hendra kepada CNBC Indonesia, Selasa (11/1/2022).
Penerapan skema BLU dan menghapus harga patokan batu bara bukan tanpa sebab, melalui dokumen yang diterima CNBC Indonesia, rekomendasi atas Kemenko Marinves menyebutkan beberapa hal:
Yang mana penerapan DMO Batubara PLN saat ini yang menggunakan acuan harga US$ 70 per ton sebagai harga beli PLN batubara domestik diklaim telah menimbulkan beberapa masalah sebagai berikut:
Pertama, banyak produksi batubara Indonesia yang tidak bisa memenuhi spesifikasi batubara dari PLN, baik dari sisi kalori maupun sulfur. Hal ini menyebabkan mereka tidak bisa memenuhi ketentuan DMO yang dipersyaratkan. Di sisi lain, ketentuan denda/penalti terhadap mereka yang spesifikasinya tidak bisa memenuhi ketentuan PLN atau tidak memperoleh kontrak dari PLN.
Kedua, penetapan harga beli batu bara dengan acuan US$ 70 per ton sesuai dengan praktik yang ada saat ini, telah menyebabkan distorsi di pasar. Pada saat harga batu bara US$ 70 per ton, banyak pihak berusaha mendapatkan kontrak PLN namun pada kondisi sebaliknya, mereka tidak komit untuk mensuplai PLN karena lebih menguntungkan dijual ke pasar ekspor.
Dengan adanya permasalahan itu, usulan untuk penerapan DMO Batu bara PLN dapat dimodifikasi dengan menggunakan skema pungutan batu bara untuk dapat mensubsidi pembelian batubara PLN di harga pasar.
"Nilai pungutan dihitung berdasarkan selisih antara harga pasar yang di beli PLN dengan harga berdasarkan acuan US$ 70 per ton. Pungutan tersebut akan dibebankan kepada seluruh produsen batu bara di Indonesia tanpa terkecuali dan dibayarkan sebelum dilakukan shipment," terang dokumen yang diterima CNBC Indonesia.
Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Sunindyo Suryo Herdadi menyampaikan bahwa untuk penerapan skema BLU tersebut masih akan menunggu pertemuan lebih lanjut dengan Menko Marinves.
"Pertemuan lebih lanjut untuk pembahasan komprehensif terkait hal tersebut," terang Sunindyo kepada CNBC Indonesia, Selasa (11/1/2022).
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Tenaga Surya Bakal Dominasi Kelistrikan RI di 2060