Internasional

Belajar dari Sri Lanka, RI Perlu Waspada Utang China?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
10 January 2022 17:10
Bendera nasional China dan Sri Lanka dipasang di proyek reklamasi laut yang didanai China Port City selama kunjungan Menteri Luar Negeri China Wang Yi di Kolombo, Sri Lanka, Minggu, 9 Januari 2022. (AP Photo/Eranga Jayawardena). (AP/Eranga Jayawardena)
Foto: Bendera nasional China dan Sri Lanka dipasang di proyek reklamasi laut yang didanai China Port City selama kunjungan Menteri Luar Negeri China Wang Yi di Kolombo, Sri Lanka, Minggu, 9 Januari 2022. (AP Photo/Eranga Jayawardena). (AP/Eranga Jayawardena)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sri Lanka kini sedang dalam risiko gagal bayar (default) akibat utang yang menggunung, dan diperparah dengan krisis mata uang yang dihadapi. Guna mencegah default, Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa 'turun gunung' untuk bernegosiasi dengan China soal restrukturisasi utang negara tersebut.

Salah satu upaya yang dilakukan Sri Lanka guna mencegah adalah dengan meminta restrukturisasi ke China.

Rajapaksa mengajukan permintaan tersebut dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi di Kolombo Minggu (9/1/2022).

"Presiden menyatakan akan sangat melegakan negara jika perhatian dapat diberikan pada restrukturisasi pembayaran utang sebagai solusi atas krisis ekonomi yang muncul, apalagi saat menghadapi pandemi Covid" kata kantor kepresidenan, dikutip Reuters.

China merupakan salah satu kreditur terbesar Sri Lanka. Data dari pemerintah Sri Lanka menunjukkan hingga akhir April 2021, nilai utang Sri Lanka ke China sebesar US$ 3,388 miliar, yang berkontirbusi sebesar 10% dari total utang,

Terbesar, Sri Lanka berutang ke pasar finansial melalui penerbitan obligasi, dengan nilai US$ 16,383 miliar atau setara 47% dari total utang. Kemudian ada juga utang ke Asia Development Bank (ADB) sebesar 13% dari total utang. Ada lagi Jepang, yang beda tipis dengan China memberikan pinjaman sekitar 10% dari total utang Sri Lanka.

sri lankaFoto: Department of External Resources, Sri Lanka

Data dari pemerintah tersebut juga menunjukkan utang dalam bentuk dolar Amerika Serikat (AS) menjadi yang terbesar. Sementara rupee Sri Lanka saat ini sedang terpuruk.

Sehingga beban pembayaran utang menjadi membengkak.

Melansir data Refinitiv, sepanjang tahun 2021 rupee Sri Lanka mengalami pelemahan sekitar 10% melawan dolar AS. Pada 15 April tahun lalu, nilainya menyentuh 203/US$ yang merupakan rekor terlemah sepanjang sejarah. Dan di tahun ini, rupee Sri Langka masih berada di atas 200/US$.

Jika dilihat secara nominal, utang Sri Lanka jauh di bawah Indonesia sebesar US$ 423,8 miliar pada bulan Oktober 2021, berdasarkan laporan Statistik Utang Luar Negeri Indonesia yang dirilis Bank Indonesia. tetapi jika dilihat dari rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) Sri Lanka jauh lebih tinggi, di atas 100% sementara Indonesia 36,1%.

Sama dengan Sri Lanka, China juga termasuk salah satu kreditur terbesar Indonesia. Mengutip data statistik utang luar negeri (SULNI) Bank Indonesia (BI), Selasa (14/12/2021), Singapura menjadi negara nomor satu yang paling sering memberikan Indonesia utangan sebesar US$ 63,71 miliar.

China berada di urutan ke-empat sebesar US$ 20,86 miliar di bawah Amerika Serikat dan Jepang.

Berkaca dari Sri Lanka, bukan berutang kepada siapa yang harus diwaspadai, tetapi rasio utang terhadap PDB serta nilai tukar mata uang.

Indonesia saat ini bisa dikatakan masih aman, selain karena rasio utang terhadap PDB yang masih jauh di bawahnya Sri Lanka, nilai tukar rupiah juga cederung stabil. Sepanjang tahun lalu, rupiah hanya melemah 1,4% melawan dolar AS, sehingga beban pembayaran utang tidak membengkak.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ramai-ramai Negara Masuk Jebakan Batman Utang China, RI Kena?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular