
Saat APBN Masuki Tahun Terakhir 'Ngutang Tanpa Batas'

Jakarta, CNBC Indonesia - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memasuki tahun terakhir ngutang tanpa batasan. Setelahnya, pada 2023, defisit APBN kembali pada patokan awal, yakni 3% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Hal ini tertuang dalam Undang-undang (UU) nomor 2 tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19 dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Salah satu pasal dalam UU tersebut memberikan kebebasan kepada pemerintah untuk menarik utang selama dalam penanganan covid-19 beserta dampaknya. Ini pun diatur sampai 2023.
"APBN perlu dikuatkan dan disehatkan kembali. Oleh karena itu penerimaan pajak, PNBP, Bea Cukai memberikan dukungan terhadap penyehatan APBN kita," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati Senin lalu dalam konferensi pers.
Hingga akhir 2021, defisit ke Rp 783,7 triliun atau 4,65% terhadap produk domestik bruto (PDB) dari posisi 2020 yang sebesar 5,70% terhadap PDB. Capaian ini ditopang oleh penerimaan negara yang melampaui target, akibat kenaikan harga komoditas Internasional.
Penerimaan negara 2021 diraup sebesar Rp 2.003,1 triliun atau 114,9% terhadap target, tumbuh 21,6%. Meliputi penerimaan pajak sebesar Rp 1.277,5 triliun (103,9%) tumbuh 19,2%, kepabeanan dan cukai Rp 269 triliun (125,1%), tumbuh 26,3% dan PNBP Rp 452 triliun (153,8%), tumbuh 31,5%.
![]() Infografis, APBN 2021 Tutup Buku Sri Mulyani Girang |
Di sisi lain, pemerintah juga mendapatkan 'dana segar' dari Bank Indonesia (BI) melalui surat keputusan bersama (SKB) jilid III. Pada tahun lalu BI membeli SBN dengan jumlah Rp 157 triliun. Di mana sebagian dari bunganya ditanggung oleh BI.
Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang tersisa sangat besar dari 2020 juga dimanfaatkan oleh pemerintah sebesar Rp 143,8 triliun. Anggan ini ditujukan kepada penanganan covid-19, termasuk dampak yang ditimbulkan terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sekarat.
Halaman Selanjutnya >> 2022 Jadi Penentu, Defisit Bisa Turun ke 3%
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 diperkirakan masih akan mengalami defisit hingga Rp 868 triliun atau 4,85% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Belanja APBN 2022 sebesar Rp 2.714,2 triliun. Belanja pemerintah pusat Rp 2.646,2 triliun, 15,3% diantaranya atau sebanyak Rp 405,9 triliun akan digunakan untuk pembayaran bunga utang pada 2022.
Pendapatan negara dalam APBN 2022 direncanakan sebesar Rp 1.846,1 triliun yang bersumber dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.510 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 335,6 triliun
Dalam mencukupi pembiayaan maka pemerintah akan menerbitkan surat berharga negara (SBN) neto sebesar Rp 991,3 triliun pada tahun depan untuk menutup defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Secara bruto SBN yang diterbitkan Rp 1.300,1 triliun.
Pada rinciannya SBN bruto meliputi penerbitan domestik reguler akan memakan porsi terbesar, yaitu sebanyak 78-83%. Selanjutnya SBN valuta asing (valas) 11-14% dan SBN ritel 6-8%.
BI juga masih akan memberikan kontribusi sebesar Rp 224 triliun pada 2022. Sehingga bisa mengurangi porsi penarikan utang yang akan dilakukan pemerintah.
"Kami masih akan bekerja sama dengan BI melalui SKB III," ujar Sri Mulyani.
Diharapkan penerimaan masih bisa meningkat seiring masih tingginya harga komoditas internasional dan pemulihan ekonomi. Meskipun ada ancaman varian covid-19 omicron yang kini mulai menyebar..
"Kita harap bisa memulihkan ekonomi secara penuh dan exit policy dari fiskal dan moneter yang extra ordinary secara smooth. Pemulihan ekonomi baik dan covid terjaga," pungkasnya.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Seluruh Target Ekonomi RI di 2024 Meleset