Joe Biden Sebut Jakarta Terancam, Ini Respons Anies Baswedan
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menyinggung adanya ancaman besar bagi Indonesia. Ia menyebut bahwa ibu kota RI, DKI Jakarta, terancam tenggelam dalam 10 tahun ke depan.
Pernyataan ini ia keluarkan ketika berbicara soal perubahan iklim dalam pidato sambutan di kantor Direktur Intelijen Nasional AS, 27 Juli lalu. Menurutnya perubahan iklim adalah ancaman terbesar akibat perubahan iklim yang saat ini sedang menghantui seluruh dunia.
Perubahan iklim menyebabkan naiknya permukaan laut. Ribuan orang bisa kehilangan tempat tinggal, mata pencaharian dan kehidupan.
"Jika, pada kenyataannya, permukaan laut naik dua setengah kaki lagi, Anda akan memiliki jutaan orang yang bermigrasi, memperebutkan tanah yang subur," katanya dalam pidato itu sebagaimana dipublikasikan whitehouse.gov.
"Apa yang terjadi di Indonesia jika proyeksinya benar bahwa, dalam 10 tahun ke depan, mereka mungkin harus memindahkan ibu kotanya karena mereka akan berada di bawah air?" tambahnya.
Bak gayung bersambut, dengan tema yang sama, ini pun diantisipasi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Tak jauh setelah Biden menyinggung ancaman itu, ia mengadakan video conference dengan Gubernur London Sadiq Khan pada Agustus.
Dalam dialog itu, keduanya membahas ancaman-ancaman yang dihadapi kota besar dunia akibat perubahan iklim. Mengutip akun Instagram resmi Anies @aniesbaswedan, ada dua hal penting yang digarisbawahi mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.
"Pertama, sebagai sesama anggota C40 Cities, Jakarta terus bekerja untuk mengatasi krisis iklim dengan menjadi kota berketahanan dan nol emisi," ujar gubernur kelahiran Kuningan itu.
Kemudian, Anies dan Sadiq Khan sepakat bahwa Jakarta dan London memiliki karakteristik yang sama, yakni pusat pemerintahan dan ekonomi. Maka itu, meski keduanya bukanlah sister city, kedua kota besar dunia ini siap untuk berkolaborasi dalam penanganan masalah-masalah ekologis yang timbul pasca perubahan iklim.
"Baik Jakarta maupun London juga memiliki diplomasi iklim iklim di forum C40 maka dari itu kami di Jakarta siap berkolaborasi dan bertukar pengalaman antar dua kota sehingga upaya untuk membuat kota kedua lebih berketahanan iklim akan menjadi lebih kuat," katanya.
Sebelumnya, ancaman penurunan tanah dan naiknya air laut yang mengakibatkan banjir rob, bukan hanya di Jakarta tapi di Indonesia, dipaparkan lembaga penelitian Deltares berbasis di Belanda. Dengan melakukan model elevasi global menggunakan data Light Detection and Ranging (LiDAR) mereka menunjukkan data yang signifikan.
Menurut Deltares, di Indonesia, luas wilayah dengan ketinggian di bawah 2 meter di atas permukaan laut yang terdeteksi oleh LiDAR nyatanya 14 kali lipat lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya.
Badan Antariksa AS NASA juga mengatakan hal yang sama, yakni meningkatnya suhu global dan lapisan es yang mencair membuat banyak kota di pesisir seperti Jakarta menghadapi resiko banjir dan juga luapan air laut yang semakin besar.
NASA mencatat bahwa kenaikan laut global yang rata-rata naik sebesar 3,3 mm per tahun dan adanya tanda badai hujan makin intens saat atmosfer memanas, NASA mengatakan banjir jadi hal biasa. Sejak tahun 1990-an bahkan banjir besar telah terjadi di Jakarta dan musim hujan 2007 membawa kerusakan dengan 70% wilayah terendam.
NASA juga mengunggah gambar landsat yang menunjukkan evolusi Jakarta dalam tiga dekade terakhir. Adanya pembabatan hutan dan vegetasi lain dengan permukaan kedap air di daerah pedalaman di sepanjang sungai Ciliwung dan Cisadane telah mengurangi jumlah air yang dapat diserap.
Ini menyebabkan adanya limpahan serta banjir bandang. Populasi wilayah Jakarta lebih dari dua kali lipat antara tahun 1990 dan 2020 telah membuat lebih banyak orang yang memadati dataran banjir dengan resiko tinggi. Hal ini kemudian diperparah oleh saluran sungai dan kanal yang menyempit atau tersumbat secara berkala oleh sedimen dan sampah, sehingga sangat rentan terhadap luapan.
(tfa/tfa)