Tahun Ini RI Cuan Besar dari Durian Runtuh, 2022 Bebas Utang?

Mira Rachmalia Putri, CNBC Indonesia
18 December 2021 12:00
Menteri Keuangan Sri Mulyani (Dok: Humas DJP)
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani (Dok: Humas DJP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun ini, Indonesia berhasil meningkatkan pendapatan negara dari lonjakan harga komoditas internasional. Seperti "durian runtuh", komoditas-komoditas ini mampu mendongkrak pendapatan negara dari sektor Bea keluar dan Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Salah satunya minyak bumi, yang harganya meningkat hingga lebih dari 100% dibanding periode yang sama tahun lalu. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya permintaan atas kebutuhan energi yang tinggi, meskipun suplai dan produksi masih ketat.



Lonjakan harga juga dialami minyak kelapa sawit (crude palm oil/ CPO) yang harganya naik hingga 70%. Ketatnya persediaan, peningkatan pemintaan, dan volume ekspor negeri jiran Malaysia juga turun 14% dibanding periode yang sama tahun lalu menjadi faktor utama yang meningkatkan harga CPO

Komoditas batu bara juga ikut mengalami kenaikan harga hingga 290% dan sebesar 185% secara (year to date). Ini akibat krisis energi yang sempat melanda China dan India yang menggenjot batu bara.

Menteri Keuangan Sri Mulyani, memprediksi kondisi kenaikan harga komoditas yang mulai terlihat pada kuartal ketiga 2021, dapat terjadi sampai awal 2022. Indonesia mendapatkan berkah atas lonjakan harga komoditas.

Sebesar 50% penerimaan negara bukan pajak (PNBP) bersumber dari sektor ini. Penerimaan Bea Keluar juga mencapai 80%.

Dalam realisasi APBN 2021, jumlah penerimaan negara mencapai Rp 1.354,8 trilliun atau tumbuh 16,8%. Dengan rincian realisasi pajak mencapai Rp 850,1 triliu, bea cukai Rp 182,9 triliun dan PNBP Rp 320,8 Triliun.

Naiknya penerimaan negara sangat dipengaruhi oleh penerimaan pajak dari sektor pertambangan dan perkebunan. Dengan kata lain, lonjakan harga komoditas mempengaruhi penerimaan pajak, bea keluar dan PNBP.

Pada kuartal ketiga 2021, misalnya pajak sektor pertambangan melesat 317,6% year on year. Bea keluar tumbuh 910,6% dipengaruhi oleh komoditi tembaga dan tingginya harga produk kelapa sawit.


Halaman 2>>

Pemerintah memprediksi, APBN 2022 masih mengalami defisit hingga Rp 868 triliun atau 4,58% dari Produk Domestik Bruto. Ini berpotensi menjadi tambahan nominal utang yang kini mencapai Rp 6000 triliun.

"Sensitivitas APBN terhadap komoditas memang tinggi, terutama dari sisi penerimaan pajak dan non pajak (PNBP). Hal ini positif bagi postur fiskal dalam jangka pendek," ungkap economist & fixed income research Bahana sekuritas Putera Satria Sambijantoro

Sebagian PNBP ditopang dari sektor migas, 30% industri ekspor juga dipengaruhi oleh harga komoditas batu bara, minyak kelapa sawit dan nikel.

Sejalan dengan itu, Global Markets Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto memperkirakan tahun depan harga komoditas akan kembali turun seiring dengan pemulihan yang terjadi hampir di semua negara.

"Tren ini sudah bisa kita lihat pada kondisi harga minyak dan batu bara saat ini yang berangsur sangat terbatas penguatannya. Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi global tahun depan di kisaran 4-5%, maka harga minyak bumi akan berada ke level 60-80 us dollar per barel, sementara harga CPO dapat kembali kisaran 2500 - 3500 ringgit per ton. Sementara harga batu bara kemungkinan kembali stabil di bawah 150 dolar per ton," jelasnya.

Pasokan minyak dunia diperkirakan akan kembali berlimpah seiring dengan kebijakan negara maju, produksi kelapa sawit juga akan kembali normal, sementara batu bara akan terhadang isu lingkungan yang kini menjadi pembahasan global.

Perubahan ekonomi global, dimotori oleh negara maju lewat normalisasi stimulus moneter dapat menurunkan harga komoditas. Baik itu minyak bumi, gas, batu bara, produk kelapa sawit, tembaga, nikel, dl.

Sehingga, APBN tentunya tidak bisa berharap dari komoditas. Bila tidak ada antisipasi, maka penurunan harga tersebut bisa mendorong defisit anggaran ke 5% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Ketergantungan fiskal terhadap komoditas dilihat sebagai kelemahan fundamental bukan kekuatan ekonomi. Sehingga pemerintah diharapkan dapat mencari alternatif penerimaan agar tidak terdesak yang berujung pada penarikan utang.





(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Top Sri Mulyani! Pendapatan Negara Melesat, Pajak Paling Gede

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular