Boro-Boro Netral Karbon, BBM-Listrik RI Masih Disubsidi!

Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
16 December 2021 15:13
Melihat Gardu Induk 150kV Kendari. CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia memiliki target ambisius untuk mencapai netral karbon pada 2060 atau lebih cepat. Namun sayangnya, target ini terhalang oleh banyak rintangan, salah satunya yaitu tarif listrik dan juga harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang masih disubsidi.

Hal ini pun disorot oleh Bank Dunia (World Bank). Dalam Laporan Bank Dunia bertajuk "A Green Horizon Toward a High Growth and Low Carbon Economy", yang dirilis Desember 2021, Bank Dunia menilai bahwa rencana Indonesia untuk melakukan transisi energi, terutama mencapai netral karbon harus dibarengi dengan komitmen pemerintah untuk mereformasi subsidi BBM, listrik, hingga batu bara.

Menurut Bank Dunia, Indonesia merupakan salah satu di antara 10 penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia, dari sisi penggunaan lahan dan juga energi. Pertumbuhan ekonomi juga berdampak pada peningkatan emisi karbon signifikan.

"Dekarbonisasi sektor energi yang direncanakan pemerintah akan membutuhkan partisipasi investasi dari swasta terkait pengembangan pembangkit listrik energi terbarukan, dan reformasi pada subsidi listrik, bensin, hingga batu bara," ungkap laporan Bank Dunia tersebut, dikutip Kamis (16/12/2021).

Seperti diketahui, Indonesia memang masih memberikan subsidi BBM dan listrik, serta menetapkan harga khusus batu bara untuk kepentingan dalam negeri (Domestic Market Obligation/ DMO), khususnya untuk pembangkit listrik.

Untuk BBM, pemerintah memberikan subsidi untuk diesel/ Solar Rp 500 per liter dan minyak tanah, serta memberikan kompensasi kepada PT Pertamina (Persero) untuk penugasan penyaluran bensin RON 88 atau Premium. Tak hanya itu, pemerintah juga memberikan subsidi untuk Liquefied Petroleum Gas (LPG) tabung 3 kg.

Tahun 2021 ini pemerintah memproyeksikan subsidi BBM dan LPG mencapai Rp 66,94 triliun. Bukannya turun, pada 2022 subsidi BBM dan LPG ini diperkirakan malah naik menjadi Rp 77,55 triliun.

Sementara subsidi listrik pada 2022 diperkirakan sebesar Rp 56,48 triliun, turun dari proyeksi 2021 sebesar Rp 61,53 triliun.

Tak hanya untuk produk BBM dan listrik bersubsidi, pemerintah pun kini masih menahan tarif listrik non subsidi serta harga bensin non subsidi Pertamina, baik Pertalite (RON 90) maupun Pertamax (RON 92), dengan alasan mempertimbangkan daya beli masyarakat yang masih rendah.

Ketika kompetitor Pertamina, seperti Shell, BP-AKR, dan VIVO sudah menaikkan beberapa kali harga BBM non subsidi, namun pemerintah meminta Pertamina untuk menahan harga BBM-nya. Hingga kini harga bensin Pertalite masih ditahan pada Rp 7.650 per liter dan Pertamax Rp 9.000 per liter.

Padahal, harga bensin di Shell misalnya, untuk Shell Super (RON 92) atau setara dengan BBM Pertamina jenis Pertamax kini dijual dengan harga Rp 12.860 per liter.

Begitu juga dengan tarif listrik untuk 13 golongan pelanggan non subsidi, pemerintah telah menahannya alias tidak dilakukan penyesuaian sejak 2017. Semestinya, tarif listrik bagi golongan pelanggan non subsidi ini bisa berfluktuasi.

Fluktuasi ini terjadi setiap tiga bulan, disesuaikan dengan tiga faktor yakni nilai tukar (kurs), harga minyak mentah (ICP), dan inflasi. Jika tiga faktor tersebut meningkat, maka tarif listrik juga ikut dinaikkan. Pun sebaliknya, jika tiga faktor ini menurun, maka tarif listrik bisa turun.

Oleh karena itu, pemerintah pun pada 2022 berencana kembali menerapkan tariff adjustment (tarif penyesuaian) untuk golongan non subsidi ini jika kondisi Covid-19 di RI mulai membaik.

"Tahun 2022 apakah akan diterapkan tariff adjustment? Jadi kita sepakat dengan Banggar kalau sekiranya Covid-19 membaik ke depan mudah-mudahan, kita bersepakat dengan DPR dengan Banggar, kompensasi tariff adjustment diberikan enam bulan saja, selanjutnya disesuaikan," papar Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana kepada CNBC Indonesia, Senin (29/11/2021).

Sementara terkait harga DMO batu bara untuk pembangkit listrik saat ini masih ditetapkan batas maksimal US$ 70 per ton.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 66% Listrik dari Batu Bara, Tapi Syukur Tak Kena Gonjang-Ganjing Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular